oleh Pdt. Ronald VanOverloop
(adopted from The Standard Bearer, Vol. 73, No. 20, September 1, 1997)
Anak-anak dan kaum muda harus mengharapkan hal tersebut. Para orangtua dan konsistori harus lekas mengerjakannya.
Didikan dan disiplin oleh para orangtua dan oleh gereja harus mengikuti pelayanan sakramen baptisan kepada anak bayi dari kaum percaya yang mengaku. Didikan dan disiplin adalah bagian yang perlu dari konsep baptisan bayi.
Anak bayi dari kaum percaya juga harus dibaptiskan karena Allah berjanji dengan beranugerah untuk mengumpulkan dari segala keturunan (Kej. 17:7; Kis. 2:39). Tetapi suatu serangan telah dituduhkan melawan paedobaptisme. Mereka menentang pembaptisan anak bayi yang akan mengakibatkan gereja akan penuh dengan daftar anggota dari kaum munafik yang melebihi kaum percaya yang sungguh beribadah.
Sayangnya hal itu harus diakui bahwa tuduhan ini ada benarnya ketika kita melihat ada beberapa gereja dari dulu hingga kini. Tetapi saya menyanggah bahwa tuduhan ini memang bisa terjadi jikalau didikan dan disiplin orangtua dan gereja telah diabaikan. Praktik baptisan telah menjadi kebiasaan atau adat pada gereja semacam ini. Kaum orangtua membawa bayi-bayi yang baru dilahirkan ke gereja di mana mereka sebagai anggotanya dan membaptiskan mereka, menginginkan hal ini karena mereka berpikir bahwa ada jaminan kekekalan ketika mereka sudah menjadi anggotanya. Mereka tidak mengetahui alasan-alasan alkitabiah bagi baptisan anak kecuali akan hal-hal yang kabur tersebut. Mereka menginginkan hal itu, hanya karena mereka dulunya adalah anak-anak yang juga dibaptiskan oleh orangtua atau buyut mereka.
Sayangnya kita akui, dan memang hal ini sangat keliru. Hal ini tidaklah tepat dan alkitabiah, dari latar belakang sakramen baptisan itu dilayankan. Latar belakang yang bagaimana yang tepat dan alkitabiah?
—
Pertama, Kitab Suci jelas tidak semua anak dibaptiskan.
Kita dapat mempelajari hal ini dari kejadian hidup Tuhan Yesus ketika Ia memberkati anak-anak. Pertama, perhatikan bahwa orangtua membawa “anak-anak” mereka kepada Yesus (Luk. 18:15). Kedua, perhatikan bahwa hal itu adalah keinginan orangtua ini bahwa Yesus “menjamah” mereka, yakni ‘memberkati’ mereka (Mark. 10:13, 16). Ketiga, jelaslah bahwa teks asli menekankan bahwa supaya Yesus menjangkau para orangtua ini, harus melalui pencegahan oleh para murid Yesus itu berkali-kali. Kita menyimpulkan bahwa orangtua ini sangat bersemangat supaya Tuhan Yesus memberkati anak-anak mereka. Memang tidak semua orangtua menginginkan anak-anak mereka diberkati. Kini, juga, tidak semua orangtua ingin berkat Yesus atas anak-anak mereka. Kebanyakan orangtua ingin banyak hal lain yang dapat memengaruhi anak-anak mereka, tetapi mereka memandang ringan berkat Anak Allah. Tetapi para orangtua di Markus 10, tidak perduli dengan kritik dari para pemimpin agamawan dan teguran murid-murid, selalu teguh untuk menggenapi keinginan mereka supaya anak-anak mereka diberkati Sang Juruselamat. Mereka menginginkan keselamatan bagai anak-anak mereka. Perhatikan, pada poin yang keempat, bahwa tanggapan Tuhan kepada teguran murid-murid yang menegur para orangtua itu bahwa “Ia marah” (Mark. 10:14). Usaha apa pun yang mencegah mereka dari mencapai Sang Juruselamat, bagi mereka yang menginginkan berkat Tuhan akan membawa kemarahan bagi Tuhan. Yang terakhir, perhatikan bahwa Kristus menjelaskan ketidaksukaan-Nya kepada sikap murid-murid-Nya dengan berkata bahwa ‘merekalah’ yang empunya kerajaan Allah (Mark. 10:14), yakni bagi mereka yang orangtuanya begitu menginginkan berkat dari Sang Juruselamat mereka bagi anak-anak mereka. Yesus tidak mengatakan kepada seluruh anak-anak, tetapi hanya kepada anak-anak bayi di mana orangtuanya bersikap demikian.
Gereja yang berusaha setia kepada Firman Allah tidak membaptiskan semua anak-anak yang mereka temui di jalan-jalan. Pertama, gereja yang demikian adalah gereja yang hanya akan membaptiskan anggota dari jemaat mereka sendiri. Kedua, mereka tidak akan secara otomatis membaptiskan semua anak bayi dari anggota mereka. Malahan mereka akan memperhatikan pembaptisan anak-anak dari anggotanya yang memiliki dan yang hendak berani menyatakan kaul mereka.
Pertama, kaum orangtua haruslah anggota yang memiliki pemahaman yang baik, yakni, setia terhadap pengakuan iman mereka. Untuk mengartikannya secara negatif, pemahaman yang baik ini bermakna bahwa mereka tidak mengatakan dan melakukan apa yang tidak berkontradiksi dengna iman dan kebaikan yang disyaratkan oleh Kitab Suci. Kedua, mereka harus berkaul untuk menerima tanggung jawab untuk mengasuh anak-anak mereka di dalam kebenaran Firman Tuhan. Gereja yang setia menuntut para orangtua berkaul agar mereka mencari berkat Sang Juruslamat atas anak mereka dengan cara mendidik dengan penuh berdoa anak itu dengan segenap kekuatan mereka di dalam asuhan dan teguran Tuhan.
Tuntutan akan kaul ini dan tuntutan-tuntutan kaul tersebut tampak tersirat ada tanggung jawab yang besar di dalam baptisan anak.
Konsep baptisan anak akan hancur jika kita tidak memasukan tanggung jawab ini. Hal itu selalu dalam hal anugerah Allah yang memberikan tanggung jawab (Kej. 17:1). Ketika Allah membentuk kovenan-Nya secara beranugerah bersama kita dan anak-anak kita, Dia berkata, “Oleh sebab itu haruslah engkau berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan takut akan Dia” (Ul. 8:6). Anak-anak harus ditunjukan bahwa baptisan mereka menempatkan atas mereka tanggung jawab untuk berjalan di dalam kesalehan. Tata cara baptisan yang digunakan di dalam Gereja-gereja Reformed Protestan jelas menunjukan tanggung jawab ini: kita “diajak dan diwajibkan oleh Allah untuk hidup dalam ketaatan yang baru. Artinya, kita harus melekat pada, mempercayai, dan mengasihi Allah yang esa ini, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatan, membuang segala hal duniawi, mematikan manusia lama, dan menjalankan kehidupan yang saleh.”
Tanggung jawab para orangtua dan geraja itulah yang menjaga kewajiban ini selalu di hadapan kesadaran dari anak-anak ini. Para orangtua berkaul untuk membesarkan anak-anak mereka, dengan segenap kekuatan, di dalam ajaran yang diajarkan di gereja. Baptisan menyiratkan tanggung jawab untuk mengasuh anak-anak dalam kebenaran supaya membawa mereka kepada iman yang sadar. Iman mereka yang sadar berisi pertobatan setiap hari dan peralihan keyakinan serta berjalan dalam ketaatan. Para orangtua menerima tanggung jawab primer untuk mengasuh anak-anak mereka. Gereja juga memiliki tugas bagi anak itu, tetapi orangtualah yang menjadikan didikan gereja menjadi efektif.
Apa tanggung jawab orangtua dalam mengasuh anak-anak mereka?
Hal itu tidaklah menyelamatkan mereka. Pertama, hanya Allah yang dapat menyelamatkan dengan membuka hati mereka. Kedua, orangtua yang saleh mengenal dari pengalaman jikalau keselamatan anak-anak mereka bergantung akan mereka, maka tidak ada seorang pun yang akan diselamatkan. Penghiburan dari janji kovenan adalah Allah menyelamatkan anak-anak kita, dan anugerah-Nya adalah satu-satunya harapan.
Orangtua yang percaya dengan konsep Reformed, menerima tugas pengajaran Firman Allah (Maz. 78:4, Ef. 6:4). Kita mengajarkan anak-anak kita dengan berdoa bahwa Allah akan mengerjakan iman di dalam hati mereka. Kita berdoa terus menerus di mana Allah akan menggunakan didikan kita di dalam Firman-Nya untuk membentuk iman di dalam mereka. Di bawah penyajian yang konstan dari kebenaran dan tuntutan Friman Allah, iman dan berjalan dalam iman terbentuk oleh anugerah Roh.
Allah menciptakan keluarga sebagai sarana yang paling kuat bagi pendidikan anak-anak. Karenanya, kita harus hidup sebagai keluarga maka didikan ini dapat terjadi. Bersamalah dengan anak-anak. Hidupkanlah keluarga. Gunakanlah situasi yang beragam yang membangkitkan keluarga sebagai kesempatan yang diberikan Allah untuk mendidik. Sampaikan penghakiman Allah dan kedatangan Kristus sebagai peristiwa berita yang tragis. Redakan ketakutan mereka dengan menyampaikan perlindungan mereka ada di dalam Yesus. Para orangtua harus mengajar tentang segala kehidupan dalam terang Alkitab: bekerja, bermain, menikah, mengatur, gereja, berpakaian yang pantas/sederhana, keindahan yang sejati, dan kekuatan yang nyata.
Ajarkan ini kepada anak-anak secara terus menerus, selalu oleh orangtua yang percaya. Hal ini menunjukan kepentingan yang besar dari teladan kita, karena kita selalu mengajar, entah kita bermaksud untuk melakukan atau tidak. Jika kita hidup secara duniawi di dalam keluarga kita, mencari kesenangan sendiri, maka anak-anak kita akan berlaku secara duniawi juga. Jika kita selalu mengkritik dan bergosip, maka kita mengajarkan anak-anak kita menjadi pemfitnah. Jika kita menunjukan pengumpatan kita kepada pihak yang berwenang, maka kita mengajarkan anak-anak kita untuk memberontak.
Tujuan dari didikan pengasuhan ini adalah bahwa anak-anak kita belajar bagaimana untuk hidup saleh di dalam dunia ini.
Segala didikan orangtua yang saleh memiliki natur memerintah, tidak memberikan pilihan (Kej. 18:19). Anak-anak harus memahami bahwa sebagai anak-anak Allah, mereka perlu untuk tetap pada jalan-Nya. Tujuan dari didikan ini adalah untuk mengatur dan mengarahkan seluruh hidup mereka, yakni untuk mendisiplin atau hidup mendisiplin diri.
Salah satu pengaruh dari didikan jenis ini adalah beberapa anak-anak kita bertumbuh dan menunjukan diri mereka untuk tidak bertobat dan berlaku fasik. Maka kita tidak harus berputus asa. Jika mereka berlaku memberontak dan tidak bertobat ketika mereka dihukum, kita harus pergi kepada para tua-tua (bdk. Ul. 21:18-21). Para tua-tua akan menghadapi mereka, dan jika mereka tetap tidak bertobat, maka seluruh gereja harus mengucilkan mereka.
—
Gereja juga memiliki tanggung jawab terhadap anak yang dilayankan sakramen baptisan. Tanggung jawab itu khususnya ada pada para penatua gereja. Mereka menerima bahwa anak tersebut juga ada pada asuhan mereka. Asuhan rohani, suatu asuhan bagi jiwa, hidup rohani dari anak tersebut. Di dalam Ibrani 13:17, kita membaca bahwa ada orang-orang yang “[berkuasa atasmu – menjadi pemimpinmu], sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya.” Kalimat ini jelas bahwa para tua-tua memiliki wewenang dari Allah mengenai bagaimana mereka mengawasi dan menjaga jiwa.
“berjaga” dari tua-tua bukanlah hanya mengamati, tetapi secara aktif “berjaga”. Berjaga adalah perbuatan “kunci dari kerajaan.” Tuhan Yesus memberikan kunci-kunci itu kepada para rasul-Nya (Mat. 16:18, 19; 18:17-20). Kunci tersebut adalah memberitakan Firman (khususnya didikan katekisasi) dan disiplin Kristen. Disiplin dalam pengertian yang umum, yang dilakukan melalui berkhotbah dan mengajar. Selama bertahun-tahun, dalam kelas katekisasi (dimulai dalam hidup anak sesegera mungkin) gereja mendidik anak-anak, gereja membaptis di dalam sejarah dan ajaran Alkitab dengan cita-cita pengajaran gereja yang mendisiplinkan, yakni menjadi patuh, dalam hal apa yang mereka percayai dan hidupi, bagi Tuhan dan Yesus Kristus Sang Juruselamat.
Tuntutan pengasuhan dan disiplin Kristen harus berdampingan dan mengikuti baptisan. Hal ini adalah jawaban bagi mereka yang berkeberatan akan baptisan anak yang merusak gereja. Disiplin menyebabkan gereja dijaga, karena semua anggota yang melihat dan mendengar, akan takut akan Tuhan. Dengan cara ini anak-anak dan anak muda mendapatkan pesan bahwa keanggotaan di dalam gereja bukanlah semata-mata setiap anak dari orangtua yang percaya secara fisik, tetapi bagi kaum percaya dan keturunan rohani mereka. Maka mereka memahami panggilan mereka untuk percaya atau binasa, karena baptisan dan iman adalah saling berhubungan, tidak terpisahkan.
Didikan pengasuhan dan pelayanan gereja akan kunci kerajaan disampaikan dari tangan ke tangan. Didikan orangtua yang setia harus didampingi dengan pelayanan yang setia dari kunci pemberitaan firman yang murni dan disiplin yang tepat oleh gereja. Pemberitaan Injil dan disiplin Kristen membuka kerajaan bagi kaum percaya dan menutupnya bagi orang yang tidak percaya. Sekalipun sesulit menutupnya bagi mereka, hal itu harus tetap dikerjakan. Allah mensyaratkan hal itu akan pengawas yang Ia tempatkan di atas tembok Sion. Kerajaan sorga tertutup dan terbuka oleh kunci disiplin Kristen. Hal ini terjadi atas mereka yang beridentitas Kristen, yang mempertahankan ajaran dan praktik yang tidak konsisten dengan apa yang Alkitab gambarkan sebagai orang Kristen. Orang semacam ini sudah sering ditegur dalam sikap sebagai saudara, tetapi ia menolak untuk mengakui kesalahan mereka tetap berlaku jahat. Pertama gereja harus melarang mereka untuk ikut dalam perjamuan, dan akhirnya gereja mengucilkan mereka dari keanggotaan. Hal ini juga adalah jawaban terhadap tuduhan bahwa baptisan anak merusak gereja.
Baptisan anak yang secara tepat dilayankan di gereja di mana orangtua terus menerus diingatkan akan tuntutan Kitab Suci untuk mengajar anak-anak mereka yang dibaptiskan akan Firman Allah dan menunjukan anak-anak mereka, tanggung jawab untuk bertobat dan percaya, di mana para tua-tua melayankan disiplin Kristiani dengan kasih. Kiranya Allah memberikan kita gereja yang demikian!
Para orangtua harus mendidik anak-anak mereka. Gereja harus sungguh-sungguh mendisiplin anak-anak mereka.
Pdt. VanOverloop adalah pendeta Grace Protestant Reformed Church di Standale, Michigan.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.