Prof. Herman Hanko
Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1Ptr. 1:18-19).
Ada kaum fundamentalis yang berargumen dari 1 Petrus 1:18-19 bahwa darah fisik Kristus bersifat abadi. Ada yang berargumen bahwa darah Kristus berbeda dari darah kita, bahwa Ia tidak menerima darah dari ibu-Nya, Maria, melainkan memiliki darah yang supernatural dan tanpa dosa. Ada yang berkata bahwa darah Kristus bersifat ilahi; yang lain mengatakan bahwa darah itu ilahi sekaligus manusiawi. Ada yang berkata bahwa semua darah Kristus (tanpa kekurangan satu tetes pun) ada di sorga, entah di dalam sejenis cawan atau di dalam tubuh Kristus (meskipun bagaimana bisa jumlah darah selama kurang lebih 33 tahun tertampung di dalam satu tubuh manusia?). Seorang pembaca yang tidak setuju dengan ide-ide yang aneh ini meminta komentar.
Kemanusiaan Kristus tidak berbeda dari kita dalam hal apa pun (kecuali dalam ketidakberdosaan-Nya), demikian pula dalam hal jenis darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah-Nya. Roma 8:3 sangat jelas di sini: “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging.” Kristus adalah seperti kita di dalam daging kita yang berdosa (kecuali ketidakberdosaan-Nya), memiliki natur manusiawi yang riil, lengkap, dan lemah. Maka, Ia memiliki darah manusia (bukan darah ilahi, atau darah ilahi sekaligus manusiawi).
Ibrani 2:14-17 tidak bisa dikutip untuk mendukung pandangan yang sebaliknya, bahkan tidak pula dengan merujuk kepada teks aslinya dalam bahasa Yunani, yang telah diterjemahkan secara tepat di dalam KJV (dan Alkitab LAI). Tidak ada upaya untuk mengutak-atik teks itu yang bisa mengubah maknanya. “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.”
Jangan ada keraguan mengenai hal ini: Kristus adalah seperti kita, memiliki “darah dan daging” yang sama dengan yang kita miliki (bukan darah ilahi, atau darah ilahi sekaligus manusiawi) dan memiliki kelemahan yang dimiliki oleh natur kita yang berdosa (kecuali ketidakberdosaan-Nya). Ia mengenakan pada diri-Nya “natur” manusiawi seperti semua “keturunan Abraham,” karena “dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya.” Selain itu, Kristus terlihat menyerupai ibu-Nya, bahkan mungkin melebihi kebanyakan anak-anak lain dalam terlihat menyerupai ibu mereka, karena, dengan dilahirkan dari seorang perawan, Ia tidak memiliki ayah duniawi.
Pada kebenaran mengenai realitas dan kelengkapan natur manusiawi Kristus inilah (termasuk bahwa Ia memiliki darah manusia yang riil dengan segala propertinya) keselamatan kita bersandar. Jika Kristus tidak seperti kita dalam segala sesuatu (kecuali ketidakberdosaan-Nya), Ia tidak dapat “memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” atau membebaskan kita “yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut” atau “mendamaikan” kita sebagai “Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia.” Seluruh keselamatan kita bersandar pada kebenaran bahwa Kristus memiliki natur manusiawi seperti yang kita miliki di dalam segala aspeknya (termasuk darah), kecuali ketidakberdosaan-Nya.
Teori darah ilahi (yang menyangkali realitas dan kelengkapan natur manusiawi Kristus) adalah ajaran sesat kuno yang pengajar pertamanya ada di antara kaum Gnostik abad pertama dan kedua masehi. Ajaran ini ditolak oleh gereja di dalam kontroversi mengenai Dosetisme, dan kembali di dalam kontroversi Apollinarian. Ini adalah kesalahan Monofisit atau Euthychian yang mencampurbaurkan kedua natur Kristus dan dengan demikian dikutuk di dalam Kredo Chalcedonian (451). Seandainya saja para pengajar teori omong kosong seperti darah ilahi itu mengetahui sejarah gereja mereka!
Ketika berbicara tentang tercurahnya darah Kristus, Kitab Suci merujuk kepada penderitaan-Nya yang berdarah-darah dan yang mengerjakan pendamaian di atas salib bagi dosa kaum pilihan-Nya. Tercurahnya darah Kristus di atas salib adalah menderita-Nya Dia akan siksaan neraka mewakili anak-anak-Nya. Anak Allah telah mengalami kematian yang penuh darah bagi kita di dalam natur kita! Darah Kristus begitu berharga dan abadi dalam hal efektivitasnya dan nilainya untuk menebus dan menyelamatkan dan membersihkan. Semua orang yang untuknya Kristus mencurahkan darah-Nya dilahirkan kembali, dipanggil, dibenarkan, diadopsi, dikuduskan, dan dipermuliakan!
Kristus telah mati di atas salib dengan menderita siksaan neraka – kematian kekal – di dalam murka Allah terhadap dosa. Ia mati secara fisik ketika darah yang Ia terima dari ibu-Nya tercurah keluar dari tubuh-Nya, karena Ia harus menanggung kematian fisik kita sebagaimana juga kematian rohani kita. Sangatlah krusial bahwa Ia mati secara fisik. Ia telah datang di dalam daging manusia seperti kita di dalam segala hal; Ia telah menderita semua yang telah kita derita; Ia telah mati seperti kita mati; Ia dikuburkan seperti kita dikuburkan. Ia menanggung semua murka Allah terhadap dosa. Kebenaran ini terkait dengan ajaran Alkitab yang berulang-ulang bahwa Kristus telah mencurahkan darah-Nya bagi dosa. Menyangkali bahwa Kristus telah mencurahkan darah-Nya tepat seperti darah kita berarti menyangkali keselamatan. Biarlah para penyebar doktrin yang salah ini benar-benar memperhatikan!
Dari semua yang telah saya sampaikan ini, saya tidak memaksudkan bahwa Kristus telah mati karena Ia kehilangan terlalu banyak darah melalui lubang paku dan mahkota duri dan cambukan. Hidup-Nya bukan diambil dari-Nya – meskipun orang-orang Yahudi dan Pontius Pilatus yang fasik memang berdosa atas pembunuhan terhadap-Nya. Kristus menyerahkan diri-Nya kepada kematian melalui satu tindakan dari kehendak-Nya sendiri (Yoh. 10:17-18). Ini dimulai di Betlehem ketika Kristus mengenakan pada diri-Nya natur kita yang lemah. Ia dengan rela masuk ke dalam penderitaan-penderitaan neraka untuk menanggung dosa neraka kita. Di dalam ketaatan-Nya yang sempurna, Ia mencurahkan darah-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita sebagai bagian dari pengorbanan-Nya yang rela. Keajaiban terbesar dari semua keajaiban!
(Untuk pembahasan yang lebih panjang mengenai topik ini, silakan baca artikel, “Fundamentalists and the ‘Incorruptible’ Blood of Christ”).
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.