Pdt. Angus Stewart
(1)
1 Korintus 7 merupakan bab yang terkenal di semua Firman Tuhan perihal topik pernikahan Kristen dan kelajangan (orang yang tidak menikah). Topik itu menangani kira-kira setiap variasi pada 2 masalah itu. Di sini terilhami arahan yang diberikan kepada kaum Kristiani; bagi yang menikah kepada orang yang belum percaya di mana ia telah ditinggalkan pasangan mereka dan diceraikan dari pasangan mereka, lalu juga ia sebagai perawan dan janda Kristen.
1 Korintus 7 menyediakan perbaikan yang sehat kepada orang bodoh di mana hal itu memberikan hikmat di dalam dunia dan dengan banyak pengakuan kaum Kristiani. Perasaan emosi dan romantis yang tidak sehat tidak diperkenankan. 1 Korintus 7 tidak memperkenankan gagasan-gagasan duniawi di mana kecantikan fisik sebagai hal yang utama dalam perkawinan, di mana seks adalah segala-galanya dan di mana pernikahan hanyalah mengenai pemuasan diri dan perasaan baik. Dengarlah contoh-contoh dari kenyataan alkitabiah: ”Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu” (9), ”Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu” (31), dan orang yang menikah ”akan ditimpa kesusahan badani” (28). Pernikahan dan tidak menikah memerlukan pemikiran yang serius dan ketenangan alkitabiah. Sayangnya, banyak pernikahan yang berakhir dengan bodoh atau terbawa oleh hawa nafsu dalam perzinahan.
Beberapa orang mengatakan bahwa kehidupan Kristen yang lajang sebagai kebebasan. Yang lain mengatakan hal itu jahat dan pahit, percobaan yang sukar dan pikul salib yang berat. Firman Tuhan mengatakan hal itu ”baik”: ”Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin”/”seorang laki-laki tidak menjamah seorang wanita” [KJV] (1). ”menjamah” di sini mengacu pada hubungan intim, penjamahan seksual. Karena itu ketika Allah mencegah Abimelekh dari meniduri Sarah, hal itu dikatakan bahwa ia tidak ”menjamah” Sarah (Kej. 20:6). Sama dengan hal itu, dalam Amsal 6:29, menjamah wanita adalah bersinonim dengan menghampiri [bersetubuh dengan] seorang wanita.
Karena keadaan “baik” bagi orang Kristen, kelanjangan adalah indah, menjadi dewasa dan layak. Hal itu bukanlah bertentangan dengan ideal moral Allah dan tidak ada suatu pun yang memalukan mengenai hal itu. 2 kesimpulan yang salah telah dibuat dari kebaikan dari kelajangan – baik dalam hal penyiksaan diri (menjadi asketis) dan hidup kebiaraan (menjadi biarawan/wati). Pertama, beberapa seperti Jerome (kira-kira 345-419), telah menyimpulkan bahwa menjadi lajang adalah baik, maka kelajangan merupakan kondisi yang lebih kudus dibandingkan pernikahan. Kedua, hal ini telah diperdebatkan bahwa adalah tidak baik untuk menjamah wanita, maka adalah buruk untuk menjamah wanita. Karena itu, ada sesuatu yang najis dan berdosa mengenai pernikahan dan persetubuhan seksual.
Bagaimanapun, ketika Alkitab mengajarkan bahwa kelajangan adalah baik, hal ini tidak berarti bahwa kondisi yang lain adalah jelek. Pernikahan, sama halnya dengan kelajangan, adalah kondisi yang baik. Pujikanlah Mazmur 127 dan 128 di mana anak-anak diperlihatkan sebagai sebuah berkat dan warisan dari Tuhan. Maka kelajangan, pernikahan dan pengasuhan orangtua adalah semua kondisi yang baik bagi orang Kristen. Kesempatan lain, kita akan membahas, bagaimana kelajangan adalah baik (DV).
(2)
Kitab Suci mengajarkan, kelajangan (orang yang tidak menikah) adalah “baik” (1Kor. 7:1). Pertama, kelajangan adalah “baik” sebagai lembaga yang baik dari Allah. Kita berhak mengatakan bahwa pernikahan sebagai ketetapan ciptaan (Kej. 2:24) tetapi kelajangan juga dilembagakan pada ciptaan, sebab ada (sedikit) waktu ketika Adam masih lajang. Kondisi tersebut jelas, semua orang dilahirkan lajang dan demikian setiap orang, termasuk orang-orang yang sudah menikah, dulunya pernah lajang. Kelajangan yang Allah kehendaki bagi semua umat-Nya (untuk waktu yang sementara ini) adalah “baik”. Kedua, tidak setiap orang Kristen diwajibkan untuk menikah. “Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu (1Kor. 7:9). Ketiga, kebaikan dari hidup lajang dipertegas dalam hal ini, tidak hanya lajangnya malaikat-malaikat tetapi dulunya ada rasul Paulus (8) dan bahkan diri Kristus. Semua orang-orang yang tidak menikah adalah untuk memuliakan Allah dalam kondisi lajang mereka. Keempat, semua orang akan menjadi lajang di sorga. Penikahan duniawi adalah sementara (29, 31). Dalam langit dan bumi yang baru, hanya akan ada satu pernikahan, yakni Kristus dengan gereja-Nya selama-lamanya. Kelima, orang lajang terhindar dari timpaan kesusahan badani (26, 28, 32). Keenam, kaum Kristiani yang lajang biasanya memiliki kebebasan yang lebih besar untuk melayani Tuhan (32-35). Singkatnya, kelajangan adalah baik sebagai ”karunia” ilahi (7), berkat (40) dan panggilan (17) di mana lebih baik dibanding menikah dalam kesempatan tertentu (40) – walaupun pernikahan juga lebih baik dalam kesempatan yang lain (9).
Semuanya ini memiliki implikasi yang penting bagi orang-orang yang menikah dalam tingkah laku mereka terhadap orang-orang Kristen lajang. Kaum percaya yang tidak menikah (atau telah menjanda) tidak lebih rendah atau menjadi warga kelas dua sebagai orang Kristen. Saudara perempuan yang lebih tua dan yang tidak menikah bukanlah gadis tua [maksudnya tidak berguna dan cerewet, orang aneh/kolot]. Tetapi dia adalah bagian dari tubuh Kristus; bagian yang penting dari tubuh-Nya. Sama halnya, orang lajang tidak boleh secara otomatis dipikir sebagai orang aneh atau asing. Tidak boleh seorang pun menghalangi anak-anak dari Kristus (Mat. 18:6).
Orang Kristen lajang harus percaya berdasarkan Firman Allah bahwa kondisi lajangnya adalah ”baik” adanya. Allah memiliki tujuan-tujuan yang baik bagi kaum lajang yang percaya, karena ”segala sesuatu [termasuk kelajangan] segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia: (Rom. 8:28). Lagipula, inilah cara memercayai akan kebaikan dari hidup lajang di mana orang Kristen lajang mengalami kebaikan dari hidup lajang. Mungkin ada satu keberatan, apakah baik mengenai memasak sendiri dan memakan sendiri serta mencuci sendiri? Bagaimanapun, kelajangan boleh dan baik adanya bahkan anda berhasrat (secara resmi) dan berusaha menikah dan memiliki anak-anak. Karena Alkitab memberitakan kelajangan adalah ”baik” dan kita harus memercayai hal ini dan tidak bersungut-sungut tentang providensi (pemeliharaan dari hikmat dan kuasa ilahi) Allah terhadap kita. Karena itu orang Kristen lajang harus menghindari penyesalan diri dan putus asa dan belajar untuk puas dalam kondisi segala hal yang Allah aturkan bagi dia – suatu panggilan yang sukar bagi kita sekalian dalam segala keadaan kita (Fil. 4:11).
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.