Menu Close

Perspektif-Perspektif Alkitabiah selama Terjadinya COVID-19 / Biblical Perspectives During COVID-19

 

Rev. Rodney Kleyn

Masa-masa seperti sekarang ini memberi tantangan bagi perspektif dan pemikiran.

Ada sejumlah pemikiran, prinsip, dan janji Alkitabiah yang telah melintas dalam pikiran saya selama beberapa hari terakhir ini dan yang saya bagikan kepada jemaat pada hari ini.

1. Allah berdaulat secara mutlak atas penyakit ini dan penyebarannya. Kita tidak dapat melihatnya dengan mata manusia, tidak bisa “mengontrol” atau “menghentikan” penyebarannya, tetapi Allah menetapkan dengan tepat interaksi dan penyebarannya. “Allah, yang di dalam SEGALA SESUATU bekerja menurut keputusan kehendak-Nya” (Efesus 1:11). Segala sesuatu = tidak ada yang terkecuali.

2. Manusia terbukti lemah dan tidak berdaya di hadapan tangan Allah yang perkasa. “Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat. Ya TUHAN, tekukkanlah langit-Mu dan turunlah, sentuhlah gunung-gunung, sehingga berasap! Lontarkanlah kilat-kilat dan serakkanlah mereka, lepaskanlah panah-panah-Mu, sehingga mereka kacau!” (Mazmur 144:3–6).

3. Pastinya, Allah sedang mengingatkan kita bahwa Ia adalah Allah yang kudus, yang matanya terlalu suci untuk melihat kesalahan, dan bahwa Ia memberi hukuman dalam waktu maupun kekekalan. “Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu, dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut. Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu. Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh” (Mazmur 90:7–9).

4. Penghakiman-penghakiman Allah dalam dunia adalah suara-Nya dan pembuktian kepada hati nurani manusia bahwa Allah ada dan bahwa Ia harus disembah. “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:18–20).

5. Kita berdoa agar Allah menggunakan kondisi ini untuk membangkitkan banyak orang dari keterlelapan rohaniah mereka, dan untuk berbalik kepada Dia dan Firman-Nya dalam pertobatan. “Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, yakni pedang, penghukuman, penyakit sampar atau kelaparan, kami akan berdiri di muka rumah ini, di hadapan-Mu, karena nama-Mu tinggal di dalam rumah ini. Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami” (2 Tawarikh 20:9).

6. Allah memberi kita kesempatan-kesempatan yang unik untuk memberi kesaksian bagi kuasa-Nya dalam pandemik ini dengan menyampaikan kepada orang lain. “Pergilah, pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi” (Mazmur 46:9).

7. Allah telah memberi otoritas kepada pemerintahan sipil untuk melindungi kesejahteraan warganya dalam keadaan-keadaan seperti ini. Kita berdoa bagi mereka dan percaya bahwa mereka, dengan pengetahuan yang mereka miliki, mengambil tindakan yang memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan kita, dan kita menghormati dan tunduk kepada kepemimpinan mereka. Bahkan jika kita tidak sependapat, kita tahu bahwa ini adalah tujuan dan kehendak Allah bagi kita. “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini” (Amsal 21:1, bandingkan Roma 13).

8. Alkitab sering berbicara tentang tanda-tanda kedatangan Yesus Kristus, dan di antaranya adalah bencana kelaparan dan “sampar” (Matius 24:7). Kitab Wahyu membicarakan keadaan-keadaan ini sebagai penumpahan cawan-cawan murka Allah. Tanda-tanda ini akan bertambah dalam frekuensi dan intensitasnya seiring kita semakin dekat dengan kedatangan Yesus Kristus secara jasmaniah (Wahyu 16).

9. Alih-alih menjadi panik dan ketakutan, pandangan umat Allah ditarik terarah ke surga, dengan menyadari bahwa tanda-tanda ini adalah bagian dari erangan ciptaan dan suara langkah-langkah kaki Yesus, dan ketika semua ini terjadi, kita mengangkat wajah kita dan menantikan Juruselamat kita karena kita mengetahui bahwa penebusan kita sudah begitu dekat. “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat” (Lukas 21:28).

10. Allah beserta kita, kita tidak akan takut. Ini adalah refrein dan janji yang sering diulangi dalam Kitab Suci yang seharusnya juga kita ulangi kepada diri kita sendiri dan sesama. “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut … Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi … TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub” (Mzm. 46:2–3, 6, 8).

11. Allah memiliki sebuah tujuan bagi kita, umat-Nya, pada masa-masa yang penuh ujian ini, khususnya ketika kita dipanggil untuk “jangan pergi ke mana-mana,” untuk “diam di rumah saja.” “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!” (Mazmur 46:11).

Nasihat pastoral Martin Luther selama Wabah Hitam:

Aku akan memohon kepada Allah untuk melindungi kami dalam belas kasih-Nya. Kemudian aku akan melakukan pengasapan, menolong untuk memurnikan udara, membagikan obat dan meminumnya. Aku akan menghindari tempat-tempat dan orang-orang di mana kehadiranku tidak dibutuhkan, supaya tidak menjadi terkontaminasi dan berkemungkinan menyebabkan orang lain jatuh sakit sehingga menyebabkan kematian mereka karena kelalaianku. Jika Allah berkehendak untuk mengambil nyawaku, Ia pasti akan menemukan diriku dan aku telah melakukan apa yang Ia harapkan dariku dan aku tidak bertanggung jawab atas kematianku maupun kematian orang lain. Namun, jika sesamaku membutuhkan aku, aku tidak akan menghindari tempat maupun orang, melainkan akan pergi dengan hati yang rela seperti yang aku sebutkan di atas. Pandanglah ini sebagai iman yang takut akan Allah karena iman ini tidak semberono dan juga tidak gegabah dan tidak mencobai Allah (Martin Luther, Works, vol. 43, hlm. 132. “Apakah orang boleh melarikan diri dari sebuah Wabah yang Mematikan,” surat yang ditujukan kepada Pdt. Dr. John Hess).

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.

Show Buttons
Hide Buttons