Menu Close

Pengikatan Satan / The Binding of Satan

Prof. Herman Hanko

(1)

Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya. (Why. 20:1-3).

Seorang pembaca menuliskan, “Tolong perhatikanlah pengikatan Setan.”

Kitab Wahyu tidaklah mudah dipahami, khususnya disebabkan oleh kumpulan penglihatan. Penglihatan-penglihatan ini diberikan di dalam tanda dan simbol (Why. 1:1), dan simbol-simbol tersebut tidaklah selalu jelas. Aturan umum yang diterapkan di sini ialah aturan penafsiran dari seluruh Kitab Suci: Kitab Suci menafsirkan Kitab Suci. Simbol yang digunakan di dalam penglihatan ini juga harus ditafsirkan di dalam terang perikop kitab suci yang lain, di mana simbolisme tersebut digunakan mirip atau serupa. Dan penafsiran tersebut haruslah berpadanan dengan Kitab Suci secara keseluruhan. Pekerjaan eksegetis ini tidaklah selalu mudah. Apa yang benar dari Wahyu secara keseluruhan lebih nyata pada pasal 20. Simbol-simbol tersebut digunakan di dalam pasal ini sebenarnya sulit ditafsirkan, dan hasilnya ialah banyak penafsiran yang berbeda dari pasal tersebut dari keseluruhan bagian dari kitab ini.

Penafsiran yang berbeda ini mengakibatkan adanya perbedaan yang begitu besar dari eskatologis atau doktrin akhir zaman. Kebanyakan perbedaan penafsiran pasal 20 bermula dengan teks 1000 tahun atau milenium tersebut.

Kaum premil menafsirkan 1000 tahun sebagai periode 1000 tahun ketika Kristus akan kembali bagi umat pilihan-Nya, kaum Yahudi, secara harafiah; mendirikan suatu kerajaan yang mulia di Palestina bersama mereka (berdasarkan pola kerajaan Yahudi selama pemerintahan Daud dan Salomo); memulihkan Bait Suci; dan menjadikan mereka berkat bagi segala bangsa. Mereka mengatakan bahwa kedatangan Kristus adalah pendahuluan (sebelum) milenium.

Kaum Postmilenialis juga memandang 1000 tahun sebagai masa (tidak harafiah tetapi masa simbolis) di mana kerajaan Kristus akan diwujudkan di dalam kemuliaan yang besar. Tetapi mereka tidak memandang suatu kerajaan di Palestina bersama kaum Yahudi, tetapi suatu kerajaan yang tersebar di seluruh dunia. Mereka tidak melihat kerajaan yang didirikan melalui kembalinya Kristus, tetapi melihat kerajaan yang berkembang terus menerus sebagai Kekristenan menjadi makin memengaruhi dan makin berhasil mengubah lembaga masyarakat hingga segalanya ada di kaki Kristus. Setelah (post) milenium dinyatakan di dunia ini, Kristus akan kembali. (Beberapa kaum postmilenialis, mengatakan bahwa kedatangan diri Kristus bukanlah sebuah kejadian historis, tetapi merupakan perwujudan dari kerajaan di atas dunia ini.)

Saya meyakini bahwa dua pandangan akan teks ini bukanlah salah, tetapi hal-hal itu merupakan inovasi baru yang bersifat relatif di dalam sejarah pemikiran Kristen. Dengan pengecualian yang jarang di seluruh abad di mana gereja telah menjaga penafsiran bahwa 1000 tahun di dalam kitab Wahyu 20 merupakan angka simbolis, yang menunjukan waktu antara kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke sorga dan kembalinya ragawi-Nya di atas awan dalam kemuliaan.

Hal itu ditafsirkan demikian, sebab 1000 tahun bersinggungan dengan 10 x 10 x 10. Sepuluh adalah angka dari kepenuhan tujuan Allah. 10 perintah Allah, dekalog yang mengungkapkan kehendak moral Allah bagi manusia. Terdapat 10 tulah, karena tulah-tulah di Mesir merupakan ungkapan akan kemurkaan Allah melawan bangsa yang tidak melepaskan umat-Nya untuk pergi. 1000 tahun mengukur masa sejarah Perjanjian Baru ketika Allah mewujudkan tujuan-Nya untuk mengumpulkan jemaat dari kaum Yahudi dan bukan Yahudi melalui Tuhan yang ditinggikan. Ketika jemaat dikumpulkan, Kristus kembali, demikanlah tujuan Allah tergenapi.

Hal ini mengapa teks tersebut mengatakan bahwa ketika 1000 tahun berakhir, iblis akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya. Hanya seketika waktu tersebut setelah ia dibebaskan dan sebelum Kristus kembali. Kitalah yang meyakini arti simbolis 1000 tahun, telah menjaga keyakinan tersebut berabad-abad secara konsisten.

Jika kita setuju dengan makna simbolis dari 1000 tahun, dan jika kita setuju bahwa angaka tahun-tahun yang ditafsirkan sebagai masa dari pengangkatan Kristus hingga waktu kedatangan-Nya kedua kali (atau sejenak sebelum hal itu), maka kita memiliki pengertian yang lebih baik pada bagian teks sesudahnya.

Pertama, pengikatan Iblis memiliki makna simbolis. Hal itu tidak dapat ditafsirkan secara harafiah di dalam banyak kasus, karena Iblis tidak dapat diikat dengan rantai dan dilemparkan ke dalam jurang lalu dipenjarakan dengan kunci dalam arti yang harafiah. Iblis bukanlah makhluk ragawi seperti kita. Sekalipun sudah jatuh dalam dosa, ia seperti malaikat sorga lainnya, sebagai makhluk rohani yang pada hakikatnya tidak dapat diukur atau ditakar dengan alat manusia.

Pengikatan Iblis digambarkan lebih lagi dalam teks: “Dan ia [malaikat Allah] melemparkannya [Iblis] ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya.” Hal ini tentu tidak dapat berarti bahwa Iblis dilemparkan ke dalam neraka sesungguhnya, karena kita mengetahui bagian Kitab Suci bahwa dia adalah “penguasa kerajaan angkasa” (Ef. 2:2) dan dia seperti singa yang mengaum-aum mencari mangsa yang akan ditelannya (1Ptr. 5:8). Paulus menggambarkan Iblis dan malaikat-malaikatnya sebagai “bukanlah…[ber]daging dan [ber]darah,” tetapi “pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Ef. 6:12)

Ketika Tuhan kita melemparkan setan dari orang Gadara yang kerasukan, pertanyaan mereka yang cemas kepada Tuhan [Yesus], sebab mereka mengenali kedaulatan-Nya yang mutlak atas mereka, “Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya (Mat. 8:29). Mereka takut dipaksa pergi ke nereka sebelum Hari Penghakiman yang besar itu. Karena itu kita harus mengartikan pengikatan tersebut secara figuratif dan mengakui bahwa pengelihatan yang dilihat Yohanes itu penuh dengan simbol.


(2)

Seorang pembaca kita menanyakan penjelasan dari pengikatan setan digambarkan di dalam Wahyu 20. Dalam Berita terakhir, saya berbicara tentang fakta bahwa seluruh kitab Wahyu dipenuhi dengan simbol-simbol penglihatan yang tidak selalu mudah dimengerti. Sama halnya bagi Wahyu 20.

Akan tetapi, jelaslah 1000 tahun dalam Wahyu 20 adalah cara simbolis untuk menggambarkan dispensasi baru sejak zaman kenaikan Tuhan kita ke sorga hingga kedatangan-Nya kembali di atas awan pada akhir zaman. Inilah waktu pemerintahan Kristus yang berdaulat atas semua ciptaan Allah dan segala isinya sehingga gereja di mana Ia mencurahkan darah-Nya dapat dikumpulkan ke sorga.

Saya juga menunjukkan bagaimana pengikatan Setan harus diambil secara simbolis, karena tafsiran literal tidak akan masuk akal. Tetapi, meskipun saya bersikeras pada tafsiran simbolis dari peristiwa ini, saya tidak menjelaskan apa yang dilambangkannya.

Ikatan iblis adalah simbol dari fakta bahwa Kristus yang telah naik, dalam pemerintahan-Nya yang berdaulat atas semua, termasuk Iblis dan pasukannya, mengekang kegiatan Setan sehingga ia dibatasi dalam kekuatannya, pengaruhnya dan kekuasaannya yang merusak di dalam dunia. Teks itu sendiri menggambarkan batasan: Setan terikat “supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu.” (3). Dalam ayat 8 kita diberi tahu bahwa ketika iblis dilepaskan dari penjara, dia pergi “menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang.” Inilah gambaran keterbatasan [kegiatannya] tentang bangsa-bangsa di mana iblis dicegah untuk menipu selama waktu di mana ia diikat, dan gambaran tentang apa yang terjadi ketika ia dilepaskan.

Karena itu, kita memiliki gambar ini. Meskipun iblis berada di bawah pemerintahan kedaulatan Kristus yang telah naik ke sorga, dia pergi untuk menipu bangsa-bangsa di bumi. Tipuannya terdiri dari, yakni ia membujuk bangsa-bangsa untuk meninggalkan penyembahan kepada Tuhan dan untuk melayani dia, mengakui dia sebagai penguasa seluruh alam semesta. Dia sangat berhasil dalam hal ini, karena di mana pun Injil diberitakan dan gereja berkumpul, Setan menipu dunia yang tidak percaya dengan berpikir bahwa kebenaran Kristus adalah dusta, dan bahwa manusia harus hidup untuk dirinya sendiri untuk menikmati hidup secara penuh, tetapi selalu melayani keberdosaan.

Karena Kristus berdaulat, iblis terbatas dalam penipuannya selama seluruh periode di mana gereja dikumpulkan. Kelihatannya, jika ia tidak dibatasi oleh pemerintahan Kristus yang berdaulat, dunia akan terdorong oleh tipuannya, yang begitu luar biasa bermusuhan terhadap gereja sehingga mustahil bagi umat pilihan untuk dikumpulkan.

Tidaklah mengejutkan bahwa Kristus memberikan batasan seperti itu pada iblis. Ketika Iblis menindas Ayub dalam upaya untuk membuat Ayub menyangkal Tuhannya, Allah sendiri dengan tegas membatasi apa yang dapat dilakukan iblis terhadap Ayub (Ayb. 1:12; 2:6).

Namun, batasannya adalah ketidakmampuan Setan untuk menipu bangsa-bangsa di empat penjuru bumi, Gog dan Magog. Karena itu pertanyaannya adalah: siapakah bangsa-bangsa ini? Hal ini tidak mudah untuk dijawab, dan saya tidak yakin apakah kita memiliki informasi yang cukup dari Kitab Suci dan dari sejarah untuk membuat prediksi yang pasti tentang masalah ini. Banyak yang berani melakukannya, tetapi Tuhan cenderung mengejutkan kita ketika kita berlagak menjadi nabi, dan Dia melakukan hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan.

Tanpa menjadi dogmatis tentang seluruh pertanyaan, beberapa komentar akan membantu kita memikirkan masalah ini. Saya pernah berpikir bahwa bangsa-bangsa di keempat penjuru bumi adalah bangsa-bangsa Afrika dan dunia Timur, bangsa-bangsa yang tidak pernah dipengaruhi oleh budaya Barat sedemikian rupa sehingga mereka menjadi Kristen — seperti bangsa-bangsa di Barat. Mereka adalah bangsa-bangsa kafir sampai hari ini — jauh dari bangsa-bangsa yang disebut negara-negara Kristen.

Bahwa Iblis tidak dapat menipu mereka berarti iblis dilarang oleh Kristus untuk mengubah karakteristik budaya dan nasional mereka, yang akan memberi mereka insentif untuk berperang melawan Barat dengan budaya dan agama Kristen. “Gerombolan” Asia dan Afrika bisa, dengan jumlah yang banyak, mengalahkan Barat.

Ketika Iblis tidak dirantai untuk masa yang pendek dan pergi untuk menipu bangsa-bangsa ini, artinya kemudian mereka terbangun dari tidur berabad-abad dan ditipu oleh iblis untuk percaya bahwa kekayaan dan kemajuan ilmiah Barat dan pencapaian budaya yang disebut negara-negara Kristen, itulah yang dihasratkan. Dengan demikian mereka mengejar dengan penuh semangat merampas budaya semacam itu, sambil tetap mempertahankan antipati dasar mereka terhadap Barat.

Hal itu akan berarti bahwa Iblis dilepaskan sekitar 100 tahun yang lalu, karena pada saat itulah bangsa-bangsa di empat perempat bumi mulai mengerahkan kemerdekaan mereka dan mencapai keinginan mereka yang baru lahir untuk menikmati pencapaian besar akan teknologi dan kemajuan ilmiah dari Barat.

Tetapi, meskipun ada beberapa indikasi dalam peristiwa sejarah saat ini yang menunjukkan bahwa ini mungkin benar, saya tidaklah siap untuk bersikeras. Saya tidak berpikir bahwa Tuhan telah memberi kita banyak informasi yang dapat kita sampaikan.


(3)

Salah satu pembaca kami meminta penjelasan tentang pengikatan Setan seperti yang dijelaskan dalam Wahyu 20. Dalam dua edisi terakhir dari Berita [CR News], saya menjelaskan bahwa seluruh kitab Wahyu dipenuhi dengan simbol-simbol penglihatan, tidak selalu begitu mudah untuk dipahami. Hal yang sama berlaku untuk Wahyu 20. Saya juga memberikan tafsiran dari tiga ayat pertama bab ini, termasuk penjelasan tentang simbolisme. Harap baca kembali artikel ini sehingga Anda dapat membaca artikel ini dengan mengingat apa yang telah saya tulis sebelumnya.

Saya menyarankan satu tafsiran tentang “bangsa-bangsa pada empat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog” dalam artikel terakhir. Tetapi tafsiran ini hanya sebuah dugaan, karena Alkitab tidak memberi kita informasi yang cukup untuk dapat memprediksi dengan pasti bagaimana Allah akhirnya akan memenuhi nubuat-nubuat ini. Banyak orang di masa lalu telah berusaha untuk melakukannya. Mereka tidak hanya dengan yakin meramalkan siapakah Gog dan Magog tersebut, tetapi mereka telah mengklaim untuk mengetahui hampir semua perincian tujuan dan rencana Allah ketika Allah melaksanakan keputusan kehendak-Nya sendiri dalam perkenanan kita, dan ketika kita mendekati akhir zaman. Beberapa orang bahkan sangat berani sehingga mereka meramalkan hari di mana Tuhan kita akan kembali.

Bagaimanapun, faktanya adalah semua prediksi mereka telah terbukti salah oleh perjalanan waktu yang tak terhindarkan dan terbukanya peristiwa. Tuhan membodohi mereka. Tuhan melakukan ini untuk memperingatkan akan spekulasi kosong dan dugaan sombong yang membuat kita berpikir bahwa kita dapat menebak jalan Tuhan yang misterius (dan seringkali tak terduga), di mana jalan-Nya lebih tinggi dari cara kita dan yang pikiran-Nya lebih tinggi daripada pikiran kita.

Untuk alasan ini, kami mendekati pertanyaan tentang identitas Tuhan dan masalah Magog ini dengan sangat hati-hati dan hanya menyarankan suatu penjelasan yang mungkin.

Beberapa orang dengan bodohnya bersikeras bahwa jikalau kita tidak mampu menjawab semua pertanyaan tentang karya dan cara Allah, kita tidak akan dapat membedakan tanda-tanda yang perlu kita kenali agar kita dapat hidup dengan harapan akan kedatangan Kristus.

Namun, alasan seperti itu salah. Kesalahan itu, pertama, karena kita selalu hidup dalam harapan kedatangan Kristus, terlepas dari tanda-tanda kedatangan-Nya yang mengungkap tentang kita. Alkitab memberi tahu kita bahwa Kristus pasti datang; bahwa Dia akan datang secepat mungkin; bahwa waktu pasti kedatangan-Nya tidak dinyatakan kepada kita, dan bahwa kita harus hidup dalam pengharapan dan persiapan akan kedatangan-Nya selalu dalam segala keadaan. Hal ini cenderung lebih benar, karena, seperti yang Yesus jelaskan dalam Yohanes 14:1-3, Yesus datang kembali dengan cara yang sangat pribadi dan erat ketika kita mati. Kematian adalah akhir dunia bagi orang-orang percaya, akhir ziarah kita di sini di dunia, dan awal dari tempat tinggal kita di sorga, rumah Bapa kita. Jadi, hidup dalam pengharapan dan kesiapan akan kedatangan Kristus berarti hidup dalam jaminan bahwa ketika kita mati kita sedang bersama Tuhan.

Kedua, tidak perlu bagi kita untuk dapat memprediksi dengan pasti semua detail yang telah ditentukan Allah sebelum kedatangan zaman akhir, karena, ketika peristiwa-peristiwa ini terjadi, kita akan mengenalinya sebagai tanda-tanda yang dibicarakan oleh Alkitab — meskipun tanda-tanda itu mungkin dipenuhi dengan cara yang tidak kita sangka. Hidup dalam kesadaran akan kendali kedaulatan Allah atas semua yang terjadi di dunia, dan untuk berjalan dalam harapan akan kedatangan Kristus, harus terbuka bagi penyingkapan keputusan kehendak-Nya dari Allah dalam peristiwa-peristiwa dunia. Jika kita berjalan dengan cara ini, kita pasti akan melihat tangan Tuhan mengerjakan semua hal sehingga Kristus dapat datang kembali untuk membawa kita pulang.

Sejarah adalah penyingkapan keputusan kehendak dari Allah. Anak Tuhan yang tinggal di dunia ini dalam kesadaran akan panggilannya untuk berjalan menyenangkan Tuhan melihat tangan Tuhan di semua kejadian di sekitarnya. Dia adalah murid sejarah, karena dia melihat tangan Tuhan dalam sejarah. Dia memperhatikan dengan cermat kejadian yang terjadi di dunia tentang Allah, karena dia ingin tahu, sebanyak mungkin, apa yang sedang Tuhan lakukan.

Di tengah-tengah sejarah itu, anak Allah adalah seorang peziarah dan orang asing di dunia ini. Dia adalah warga negara kerajaan sorga, anggota keluarga Allah, pewaris harta sorgawi yang saat ini akan diberikan kepadanya. Setiap saat dalam hidupnya adalah langkah maju menuju seperti apa yang disebut John Bunyan “Kota Sorgawi.” Dengan iman dia melihat cahaya itu bersinar di kejauhan dan mendesak maju, melalui banyak kesulitan, menuju tujuan itu.

Firman Tuhan adalah pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya. Tetapi seperti halnya obor atau cahaya apa pun, firman Allah tidak bersinar sejauh kita dapat melihat semua perincian jalan yang harus kita lalui. Firman itu bersinar di jalan kita, cukup jauh di depan bagi kita untuk melihat ke mana kita harus pergi dalam setengah mil berikutnya. Kita tidak harus mencoba mencari jalan di depan. Kita dibimbing oleh Tuhan kita. Itu cukup. Kita percaya bahwa Dia akan, melalui Firman dan Roh-Nya, membimbing kita apa pun jalannya. Dan ketika kita berada cukup dekat dengan peristiwa-peristiwa yang telah diterangi Firman-Nya, yang secara jelas menuntun jalan setapak kita, maka kita menyadari bahwa hal-hal itu sebagai pemerintahan Allah yang berdaulat, yang dibicarakan dalam Firman-Nya dan mengingatkan kita bahwa Kristus akan datang kembali.

Jadi kita tidak risau, ketika kita tidak bisa memainkan peran para nabi untuk menafsirkan dengan tepat akan cara perkasa Allah kita yang murah hati itu.

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.

Show Buttons
Hide Buttons