Rev. Angus Stewart
Pada masa kita sekarang di mana kebutaan rohaniah dan penipuan theologis terjadi dengan begitu meluas, kita perlu menyatakan kembali bahwa ajaran Calvin tentang pembenaran (justifikasi) sangat berlawanan dengan ajaran pembenaran dari Romanisme, ekumenisme palsu, Perspektif Baru tentang Paulus, dan Visi Federal. Reformator Jenewa ini pasti akan menggeleng-gelengkan kepala karena tidak habis pikir terhadap klaim sejumlah pihak bahwa doktrin pembenarannya berbeda dari doktrin pembenaran yang diajarkan oleh Martin Luther. Biarlah ditegaskan dan dipahami secara jelas bahwa Calvin mengajarkan kebenaran yang ortodoks dan alkitabiah tentang pembenaran hanya oleh iman kepada Kristus saja melalui anugerah saja, sebagaimana dinyatakan dalam semua pengakuan iman Reformed.
Akan tetapi, artikel ini, dikarenakan keterbatasan tempat dan juga sebagian dikarenakan rasa sungkan untuk membuktikan sesuatu yang sebenarnya sudah begitu jelas bagi semua orang selain mereka yang paling berdelusi, tidak akan membuang waktu untuk menegaskan bahwa lingkaran yang satu ini bentuknya bundar.1 Sebaliknya, kita akan menjelaskan kebenaran tentang pembenaran hanya oleh iman dengan memaparkan lima aspek dari ajaran Calvin tentang doktrin ini yang mungkin kurang diketahui dan kurang dipahami, tetapi bagaimanapun penting bagi pengakuan yang utuh akan, dan penghiburan yang lebih besar dari, permata Injil yang mulia ini.
Untuk ini, kita akan memperhatikan Katekismus Gereja Jenewa karya Calvin (1545), yang ia tulis untuk anak-anak sebagai bentuk pengajaran doktrin tentang Kristus.2 Apakah yang dikatakan oleh Katekismus Jenewa karya Calvin ini mengenai pembenaran? Apakah yang Calvin inginkan agar diketahui oleh anak-anak gereja mengenai pembenaran ini? Kebenaran-kebenaran agung apakah tentang pembenaran dari Injil yang menurut Calvin harus dipahami oleh anak-anak domba milik Kristus (dan bukan hanya domba-domba dewasa milik-Nya) agar bisa menjadi dewasa sebagai anggota-anggota jemaat yang bertumbuh dan berguna?
Pertama, Calvin sangat jelas mengenai kebenaran bahwa pembenaran dan pengudusan memiliki kekhasan masing-masing namun disatukan secara tidak terpisah.
Guru. Tetapi bisakah kebenaran [yang diimputasikan] ini dipisahkan dari perbuatan-perbuatan baik, sehingga orang yang memiliki kebenaran ini tidak memiliki perbuatan-perbuatan baik?
Murid. Tidak mungkin. Karena ketika oleh iman kita menerima Kristus saat Ia ditawarkan kepada kita, Ia bukan hanya menjanjikan pelepasan kita dari maut dan rekonsiliasi kita dengan Allah [yaitu pembenaran], tetapi juga karunia Roh Kudus, yang olehnya kita dilahirkan kembali kepada kebaruan hidup [yaitu pengudusan]; kedua hal ini secara niscaya disatukan sehingga tidak membagi-bagi Kristus dari diri-Nya sendiri (hlm. 55).
Pembenaran dan pengudusan adalah dalam Kristus—kedua-duanya, bersama-sama, secara tidak terpisahkan—karena pembenaran dan pengudusan adalah dua berkat yang khas dan utama dari kovenan baru dalam Kristus, seperti yang Calvin berulang kali ajarkan dalam berbagai tulisannya, khususnya dengan merujuk kepada Yeremia 31:31–34. Karena demikian kasusnya, maka tidak ada tempat bagi cara hidup yang longgar atau antinomianisme dalam ajaran Calvin tentang pembenaran. Orang-orang yang sungguh-sungguh dibenarkan hanya oleh iman akan, dan pasti, menjalani hidup yang baru dan saleh dan dengan demikian melalukan perbuatan-perbuatan baik. Anak-anak—dan orang-orang dewasa—dalam kovenan perlu mengetahui dan mempraktikkan ini.
Kedua, Calvin dengan penuh penekanan mengajarkan bahwa pembenaran mencakup jaminan keselamatan. Calvin ingin agar para katekumen Jenewa mengetahui hal ini, seperti yang ditunjukkan oleh dialog antara Guru (G) dan Murid (M) ini:
G. Manfaat apakah yang kita dapatkan dari pengampunan ini [yang, tentu saja, tercakup dalam pembenaran]?
M. Kita diterima, seakan-akan kita benar dan tidak bersalah, dan pada waktu yang sama hat nurani kita diteguhkan dalam kebersandaran penuh pada perkenanan-Nya yang kebapaan, yang menjamin keselamatan bagi kita (hlm. 79).
Kasusnya niscaya seperti demikian, karena pembenaran ini sendiri adalah deklarasi Allah kepada kita dalam hati nurani kita bahwa kita benar, dan oleh karena itu, adalah penerima pemeliharaan Yehovah yang kebapaan dan keselamatan. Maka, pembenaran ini sendiri membawa serta kebenaran tentang jaminan.
Ini adalah poin yang Calvin berulang kali sampaikan dalam berbagai karyanya. Misalnya, dalam The Necessity of Reforming the Church, setelah berbicara tentang pembenaran, Calvin menegur keras [Katolik] Roma karena ajarannya yang benar-benar sesat mengenai hal ini:
Yang terakhir, ada kesalahan lain yang paling menyerupai sampar, yang bukan hanya menduduki pikiran manusia, tetapi dipandang sebagai salah satu pokok ajaran iman yang utama, dan yang dianggap tidak saleh jika diragukan: yaitu bahwa orang percaya harus terus-menerus berada dalam keterombang-ambingan dan ketidakpastian mengenai kondisi mereka dalam perkenanan ilahi. Dengan saran Iblis ini, kuasa iman dipadamkan sepenuhnya, berkat-berkat dari penebusan Kristus dihancurkan, dan keselamatan manusia digulingkan. Karena, seperti pernyataan Paulus, bahwa yang disebut iman hanyalah iman Kristen yang menginspirasi hati kita dengan keyakinan, dan memberi kita keberanian untuk datang ke hadirat Allah (Rm. 5:2). Tidak ada pandangan lain yang dapat mempertahankan doktrinnya yang ia sampaikan di tempat lain: bahwa “kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’” (Rm. 8:15).3
Maka sang Reformator Jenewa bukan hanya melihat bahwa pembenaran dan pengudusan disatukan secara tidak terpisahkan; Calvin sebagai gembala juga secara tepat mengajarkan bahwa pembenaran mencakup jaminan keselamatan. Katekumen termuda di Jenewa di bawah didikan Calvin tidak dibiarkan ragu-ragu mengenai hal ini. Namun banyak theolog Reformed pada masa kita sekarang ini malah tidak memahaminya dengan benar.
Ketiga, pembenaran mencakup pengampunan yang terus-menerus atas dosa-dosa. Pengampunan bukan hanya diterima satu kali untuk selamanya di awal kehidupan Kristen, seperti yang banyak kaum fundamentalis dan Injili percayai dan ajarkan. Calvin mengajarkan bahwa dalam permohonan kelima dalam Doa Bapa Kami (“ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”) kita yang sudah menjadi orang percaya secara terus-menerus memohon kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa kita:
G: Apakah isi permohonan kelima?
M: Bahwa Tuhan akan mengampuni dosa-dosa kita … Ketika Kristus memberikan bentuk doa ini, Ia merancangnya untuk seluruh gereja (hlm. 79).
Dalam Institutes of the Christian Religion karya-Nya, sang Reformator Jenewa ini menegaskan:
… kita harus memiliki keterberkatan [pembenaran] ini bukan hanya satu kali, melainkan harus berpegang padanya sepanjang hidup … berita rekonsiliasi yang cuma-cuma disampaikan bukan hanya untuk satu atau dua hari, melainkan ditegaskan sebagai berita yang lenggang di dalam gereja (3.14.11).
Pembenaran tidak bertambah, karena pembenaran ini sudah 100% lengkap, berdasarkan kebenaran sempurna dari Yesus Kristus yang diimputasikan kepada kita. Tetapi kita yang disebut orang benar adalah juga orang berdosa (meminjam istilah Luther), sehingga kita perlu terus mendengarkan pernyataan pengampunan yang memberi jaminan dalam hati nurani kita, khususnya melalui khotbah. Ini adalah Kekristenan Reformed dan alkitabiah bagi kaum muda maupun tua.
Keempat, Calvin mengajarkan bahwa karunia pembenaran, yang disatukan secara tidak terpisahkan dengan pengudusan dan mencakup jaminan sekaligus pengampunan yang terus-menerus atas dosa-dosa, diterima dan dinikmati hanya dalam gereja yang sejati. Berikut adalah bagaimana Katekismus Gereja Jenewa mengaitkan kedua pokok ajaran iman dari Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya kepada … gereja yang kudus dan am” dan “pengampunan dosa.”
G. Mengapakah kamu menyatukan pengampunan dosa dengan gereja?
M. Karena tidak ada manusia yang memperoleh pengampunan tanpa terlebih dahulu dipersatukan dengan umat Allah, mempertahankan kesatuan dengan Kristus secara tekun sampai kepada kesudahannya, dan dengan demikian memberi kesaksian bahwa ia adalah anggota yang sejati dari gereja (hlm. 52).
G. Dengan demikian kamu menyimpulkan bahwa di luar Gereja tidak ada apa-apa selain kebinasaan dan penghukuman?
M. Ya. Orang-orang yang meninggalkan tubuh Kristus, dan mengoyak kesatuannya dengan perselisihan, terputus dari segala pengharapan akan keselamatan selama mereka tetap berada dalam perpecahan itu, entah sependek apa pun waktunya (hlm. 52).
Ini sangat cocok dengan ajaran Calvin di seluruh tulisannya mengenai keniscayaan untuk bergabung dengan, atau berupaya untuk menegakkan, sebuah gereja yang sejati,4 dan juga pasal 28 dan 29 dari Pengakuan Iman Belanda kita, yang ditulis terutama oleh Guido De Brès, yang dipengaruhi oleh Calvin.
Ini bukan pembenaran oleh iman dan perbuatan! Calvin sedang mengajarkan bahwa gereja adalah satu-satunya ranah yang di dalamnya berkat pembenaran hanya oleh iman ini bisa dinikmati. Ini adalah alasan lain yang kuat bagi mengapa kaum muda dan tua harus “harus bergabung” dengan sebuah gereja yang sejati, “tunduk kepada pengajaran dan disiplinnya, dan menundukkan tengkuknya di bawah kuk Yesus Kristus,” (Pengakuan Iman Belanda 28).
Kelima, bagi Calvin pembenaran membawa “sukacita yang besar” dalam memikirkan hari penghakiman.
G. Apakah kenyataan bahwa Kristus satu hari kelak akan menghakimi dunia memberi sukacita bagi hati nuranimu?
M. Ya, suatu sukacita yang besar. Karena kita mengetahui secara pasti bahwa Ia akan datang hanya untuk keselamatan kita.
G. Maka , apakah dengan demikian kita tidak perlu gentar terhadap penghakiman ini sampai-sampai membiarkannya merundung kita dengan kegelisahan?
M. Tentu tidak, karena kita hanya akan berdiri di hadapan Sang Hakim yang adalah juga Pembela kita, dan yang telah menempatkan kita dalam kesetiaan dan perlindungan-Nya (hlm. 49–50).
Betapa penuh wawasannya pertanyaan-pertanyaan dan tajamnya jawaban-jawaban yang terdapat dalam katekismus Jenewa ini! Hanya Injil sejati yang bisa memampukan kita untuk merenungkan kedatangan hari penghakiman tanpa kita merasa perlu untuk melarikan diri dalam ketakutan atau gemetar dalam kengerian atau dipenuhi kegelisahan. Hanya pembenaran oleh iman saja—jaminan bahwa kebenaran Kristus diperhitungkan kepada kita oleh anugerah Allah tanpa perbuatan-perbuatan kita—bisa memberi kita keyakinan, atau lebih tepatnya lagi “sukacita yang besar,” baik sekarang maupun pada hari terakhir nanti, dalam kaitannya dengan penghakiman Allah.
Dengan demikian, doktrin pembenaran apa pun yang tidak bisa menghasilkan ini adalah doktrin pembenaran yang palsu, dan bukan doktrin pembenaran yang diajarkan dalam Alkitab, maupun dalam Reformasi, maupun oleh Calvin. Inilah vonis atas Romanisme, ekumenisme palsu, Perspektif Baru tentang Paulus dan Visi Federal (di antara yang lainnya).
John Calvin tercatat—sebagai seorang gembala dan theolog yang baik—memberitakan kabar baik tentang pembenaran kepada para katekumen di Jenewa, dan kita dan anak-anak kita juga perlu terus mendengarkan dan memercayainya: “Hai anak-anak, janganlah kamu gelisah ketika kamu merenungkan hari penghakiman yang hebat itu. Jangan memikirkannya dengan kengerian. Pikirkan hari itu dengan sukacita besar karena kamu dibenarkan, kamu benar dengan kebenaran Allah sendiri yang dikerjakan dalam Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah menghadapi penghakiman bagi kamu dua ribu sebelumnya di atas salib.”5
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.
________________________________