Prof. Herman Hanko
Pertanyaan: “Mengapa Allah hendak membunuh Musa?Saya mendengar pertanyaan ini pada suatu TV Kristen, tetapi jawaban yang mereka berikan dijawab dengan tidak meyakinkan”.
Perikop yang ditanya mengacu ditemukan dalam Keluaran 4:24-26: “Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya. Lalu Zipora mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: “Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku.” Lalu TUHAN membiarkan Musa. “Pengantin darah,” kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu.”
Perikop ini tentu merupakan Firman Allah yang aneh. Saya tidak mengetahui perikop yang serupa di seluruh Kitab Suci. Namun hal itu begitu penting dan menarik perhatian kita kepada janji kovenan Allah dengan jalan yang mencolok dan tidak dapat dilupakan.
Singkatnya, demikian sejarahnya. Musa telah diasuh di rumah tangga Firaun, tetapi oleh iman, dia membuang jabatannya untuk bersama anak-anak Israel, yang diperbudak oleh Firaun (Ibr. 11:24-26), Musa telah berpikir bahwa waktunya telah tiba untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan, maka ia membunuh seorang Mesir (Kis. 7:23-25). Tetapi meskipun Musa berpikir waktunya tiba bagi pembebasan Israel, waktu tersebut adalah pilihan Musa, bukanlah pilihan Allah. Maka Musa dipaksa untuk melarikan diri dari Mesir dan menemukan tempat di mana dia akan selamat.
Dia menemukan tempat ini di semenanjung Sinai di rumah Yetro. Di sana dia tinggal selama 40 tahun dengan memelihara domba Yitro. Selama periode ini, dia menikahi Zipora, anak gadis Yitro dan mereka memiliki seorang anak (Kel. 2:16-22). Tetapi kini waktunya tiba bahwa Allah akan menyelamatkan umat-Nya. Maka Dia mengirimkan Musa ke Mesir untuk membebaskan Israel.
Demikianlah kejadian perikop ini terjadi waktu dia kembali ke Mesir. Keluaran 4 menyatakan secara mencolok bahwa Allah berusaha untuk membunuh Musa (24) tetapi kita tidak dikatakan secara khusus maksud-Nya untuk melakukan hal itu. Tentu hal ini bukan maksud TUHAN untuk menyembelih Musa, karena, melalui intervensi Zipora (25-26), ”TUHAN membiarkan Musa” (26).
Kita juga harus mengingat hal itu, sekalipun Allah berusaha untuk membunuh Musa, Dia tidak gagal dalam tujuan-Nya, atau pun kematian Musa dilewatkan sebelum Musa terbunuh. Allah mengetahui segala kondisi dari peristiwa tersebut dan tidak bermaksud membunuh Musa. Hal ini bukanlah pokok persoalannya. Tetapi dari sudut pandang Musa dan Zipora, Musa ada pada batas akan dibunuh oleh Allah. Dan mereka berdua melihat apa yang sedang terjadi dari perspektif tersebut.
Allah menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya terkadang dalam cara yang serupa. Allah menyatakan tujuan-Nya untuk menghancurkan Sodom kepada Abraham oleh suatu pembahasan dengan dua malaikat yang bersama-Nya menurut hikmat yang diberitahukan kepada Abraham mengenai apa yang Dia kerjakan (Kej. 18:17-19). Allah mengetahui bahwa Dia akan memberitahukan Abraham akan hal-hal mengenai kehancuran Sodom, tetapi memilih menyatakan hal ini dengan cara ini, karena dengan sarana ini, kebenaran dapat dikenali.
Hal yang sama juga berlaku dari percakapan Yesus dengan para pejalan kaki di jalan Emaus. Kristus tampaknya bermaksud melanjutkan perjalanan-Nya ketika ketiga orang tersebut tiba di tujuan dari kedua pejalan kaki yang Yesus ajak berbicara. Dua orang ini tampaknya membicarakan Kristus yang tidak sesuai dengan rencana awal-Nya. Tetapi, tentu Tuhan mengetahui dengan pasti apa yang Dia maksud untuk lakukan (Luk. 24:28-29).
Jadi kita harus bertanya: mengapa Tuhan mencoba untuk membunuh Musa? Pelajaran apa yang Dia inginkan untuk mengajar Musa dan Zipora? Jawabannya ada di dalam ayat itu sendiri. Tampaknya Yehova (TUHAN) mengurungkan maksud-Nya untuk membunuh Musa ketika Zipora menyunat Gersom, anak mereka (Kel. 4:25-26). Semua hal itu berhubungan dengan pengharusan akan penyunatan anak mereka.
Allah telah memberikan Abraham tanda sunat ketika Allah mendirikan kovenan-Nya dengan Abraham (Kej. 17:7-14). Perhatikan perikop ini bahwa TUHAN memberitahukan Abraham bahwa keturunannya yang tidak menyunatkan anak-anak mereka adalah melanggar kovenan Allah dan harus dibinasakan dari Israel (14).
Musa mengetahui perintah Allah kepada Abraham, bagaimanapun ia gagal untuk mengamati hal itu. Kita dapat mengetahui pesan ini dari kemarahan Zipora yang mengenakan kulit khatan itu kepada kaki Musa dan mengatakan kepadanya (dua kali di ayat tersebut), ”engkau adalah pengantin darah bagiku” bahwa Zipora telah melawannya. Mungkin, ketika Musa membawa masalah penyunatan Gersom, Zipora keberatan. Mungkin hal itu dianggapnya bahwa tindakan memotong bayinya adalah tidakan yang tidak perlu. Musa tidak memaksanya. Maka Musa telah melanggar kovenan Allah!
Dua kebenaran yang paling penting ditekankan di sini. Pertama adalah penyunatan merupakan tanda dan meterai kovenan yang diberikan Allah karena hal ini menunjukan bahwa TUHAN akan mendirikan kovenan-Nya dan menyelamatakan umat-Nya dalam garis angkatan tersebut. Kebenaran kedua adalah bahwa Abraham dan semua angkatan yang setelahnya diselamatkan dan dibawa ke dalam kovenan Allah satu-satunya dengan pencurahan darah. Keturunan Abraham pada intinya, Kristus (Gal. 3:16). Hanya melalui darah Kristus, yang membuat pemuasan yang sempurna bagi segala dosa dari umat Allah, yang dapat mewujudkan dan mencapai keselamatan dari kovenan TUHAN.
Menolak melakukan ritual penyunatan adalah membuang dan meragukan kembalinya Kristus dan keefektifan dari salib. Itulah suatu penolakan akan keselamatan melalui pencurahan darah Yesus yang menghapuskan dosa.
Saya tidak tahu apakah Zipora menolak untuk menyunatkan anaknya disebabkan bahwa dia melahirkan di luar di garis kovenan. Meskipun tentunya ayahnya seorang imam dan menyembah Allah yang diwariskan dalam keluarganya. Jika kita boleh menafsirkan agak bebas, dia tidak memahami kebenaran dari kovenan Allah. Tetapi Musa mengetahui hal-hal ini dan dia seharusnya mendesak untuk melakukannya. Musa melanggar kovenan Allah dan pantas untuk dihukum mati. Bagaimanakah dia yang melanggar kovenan Allah dapat menjadi pemimpin untuk membebaskan umat kovenan TUHAN dari perbudakan Mesir? Musa bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban kovenantal sebelum dia dapat menjadi instrumen yang tepat dalam tangan Allah untuk memimpin umat kovenan-Nya ke tanah Kanaan.
Baptisan telah mengambil alih tempat penyunatan (Kol. 2:11-13; Pengakuan Belgia 34). Baptisan adalah tanda dan meterai kovenan Allah di Perjanjian Baru, karena tanda dan meterai dari kebenaran agung di mana kovenan Allah didirikan bersama kaum percaya dan keturunan mereka melalui pembasuhan dosa dalam darah Kristus. Melanggar kovenan Allah yakni menolak membaptiskan anak-anak kita dan hal ini merupakan penolakan dari kebenaran agung di mana Allah menyelamatkan umat-Nya dalam garis angkatan tersebut melalui darah Kristus.
Marilah kita tidak menganggap kemarahan Allah dengan remeh itu seperti Musa. Marilah kita tidak mengabaikan pentingnya baptisan anak-anak kita dengan remeh. Dan marilah kita tidak menolak baptisan itu adalah suatu sakramen yang mengambil alih sunat, kini Kristus telah datang.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.