Pembahasan dari artikel ini adalah untuk membuktikan dari Alkitab kebenaran-kebenaran berdasarkan ikatan pernikahan sebagai berikut:
-
Allah menciptakan pernikahan dan memberkati hal itu dengan misteri yang besar, di mana Sang Mempelai Yesus Kristus dan Pengantin perempuan-Nya gereja. Ikatan ini didirikan oleh Allah semata dan benar-benar tidak terpatahkan oleh manusia.
-
Allah semata mematahkan ikatan pernikahan dan dengan demikian hanya ole kematian fisik dari kekasihnya itu, barulah membolehkan hanya pada kasus yang memungkinkan dari pernikahan kedua yang alkitabiah.
-
Allah, dengan keengganan ilahi, membolehkan perceraian hanya atas dasar perzinahan, tetapi tidak mengizinkan permisahan legal untuk mematahkan ikatan pernikahan yang nyata.
-
Allah membenci pemisahan yang belum didamaikan dalam pernikahan. Dia mengajarkan kedua pasangan untuk tetap tidak menikah jika hal ini seharusnya terjadi, tetapi Dia tidak mengisyaratkan pasangan yang dipisahkan untuk tetap mengekang secara fisik untuk menghampiri kekasihnya tersebut.
-
Allah menghakimi perpisahan sebagai perzinahan ketika kawan [seks] mengajak pernikahan lagi dengannya oleh karena terjadi perceraian.
-
Pernikahan lagi yang bersifat perzinahan semacam itu, jika tetap dilakukan, merupakan dosa yang berkelanjutan. Pertobatan sejati dari dosanya adalah pengakuan akan dosanya dalam keprihatinan yang saleh dan beralih dari dosanya itu dalam pemisahan dengan kawan-kawan [seks] itu.
-
Kristus sendiri memanggil orang-orang tertentu untuk tetap tidak menikah, bagaimana sulitnya, demi kepentingan kerajaan sorga, dan mengaruniakan anugerah-Nya untuk memampukan mereka untuk menerima panggilan ini.
1) Kejadian 2:18-24: “TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
(Allah menciptakan pernikahan ketika Dia menciptakan Adam dan Hawa dan menyatukan mereka bersama sebagai satu tubuh, manusia dan istrinya.)
2) Matius 19:3-6: “Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” awab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
(Dalam cara penetapan ciptaan-Nya, Allah menyatukan manusia dan istrinya dalam setiap pernikahan dan memerintahkan bahwa tidak ada yang memisahkan, atau memutuskannya.)
3) Maleakhi 2:15b-16: “Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel — juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”
(Allah membenci perceraian dan Dia menyerukan hal ini supaya tidak berlaku khianat terhadap kekasihnya.)
4) Efesus 5:21-32: “dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
(Misteri agung dari pernikahan manusia merupakan bahwa hal itu adalah gambaran dari ikatan Kristus dan gereja-Nya, didirikan semata-mata oleh anugerah Allah yang berdaulat dan tidak terpatahkan oleh manusia.)
5) I Korintus 7:39: “Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”
6) Roma 7:2-3: “Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.”
(Allah semata yang memutuskan ikatan pernikahan, dan satu-satunya jalan, melalui kematian fisik seorang kekasih atau keduanya. Firman Allah dalam dua perikop ini dan lainnya, melarang seorang untuk meninggalkan untuk menikahi kawan seksnya dan bersatu dengan yang lain. Hal ini tidaklah sama seolah-olah Allah telah memerintahakan bahwa seorang laki-laki tidak akan memutuskan ikatan pernikahan. Tidak ada dalam Kitab Suci di mana Allah memerintahkan hal demikian, karena perintah itu, seperti setiap hukum, akan mencakup premis bahwa manusia mampu untuk melakukan apa yang dia tidak boleh lakukan. Sedangkan manusia tidak mampu memutuskan ikatan tersebut, meskipun kemampuannya, dan kelicikannya, untuk melakukan perzinahan begitu mengerikan. Allah membuat ikatan itu, dan hanya Allah yang dapat mematahkan hal itu.)
7) Mark. 10:2-12: “Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
8) Luk. 16:18: “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”
(Pada kedua perikop dari Markus dan Lukas, Kristus menegaskan dengan jelas pada ikatan pernikahan yang tidak dapat dipatahkan oleh menyatakan secara tidak bersyarat bahwa siapa pun yang menceraikan kekasihnya dan menikahi orang lain, melakukan perzinahan, dan siapa pun yang bersatu dalam pernikahan yang kedua, melakukan perzinahan.)
9) I Korintus 7:10-16: “Kepada orang-orang yang telah kawin aku — tidak, bukan aku, tetapi Tuhan — perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?”
(Kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Di sini Paulus mengulangi kedudukan dasar Tuhan Yesus akan ikatan yang tidak terpatahkan, dan menambahkan bahwa seseorang tidaklah disarankan, tidaklah dihalangi, untuk meninggalkan pasangannya.)
10) Matius 5:31-32: “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”
(Sang suami yang menyingkirkan istrinya dituntut dengan rasa bersalah karena perzinahan apa pun yang kemudian oleh istrinya, kecuali dia memisahkan istrinya karena percabulan istrinya. Dalam kasus ini, dia boleh menceraikan istrinya tanpa dituntut dengan rasa bersalah istrinya yang kemudian. Karana itu, frasa “kecuali karana zinah” diberikan hanya untuk mendirikan dasar alkitabiah tunggal untuk bercerai, pemisahan legal, dan tidak ada mengandung persetujuan apa pun karana pernikahan yang dipisahkan oleh sang suami atau sang istri.)
11) Amsal 19:20-21: “Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.”
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.