Prof. Herman Hanko
“Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef. 4:13).
Seorang pembaca bertanya, “Kita diajari di dalam Katekismus Heidelberg bahwa kita sebagai orang-orang percaya ‘barulah pada taraf permulaan yang sangat sederhana saja’ dari ketaatan baru kita. Jika memang demikian adanya dan ini berlangsung di sepanjang hidup kita, mengapa Paulus berbicara tentang ‘tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus’ di dalam Efesus 4:13?”
Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, saya mendorong para pembaca, jika dimungkinkan, untuk menghadiri British Reformed Fellowship Family Conference (Konferensi Keluarga Persekutuan Reformed Britania) yang akan diselenggarakan pada musim panas ini (26 Juli-2 Agustus 2014) di Skotlandia (http://brfconference.weebly.com). Tema konferensi ini adalah pengudusan, dan banyak pertanyaan seperti pertanyaan di atas akan dijawab.
Kutipan dari Katekismus Heidelberg berbunyi:
P. 113. Apakah yang dituntut firman yang kesepuluh itu dari kita?
J. Bahwa jangan sekali-kali timbul dalam hati kita keinginan dan pikiran sedikit juapun yang melawan perintah Allah barang sesuatu pun, tetapi supaya kita harus selalu dengan segenap hati menentang segala dosa, dan ingin melaksanakan segala perbuatan yang benar.
P. 114. Tetapi dapatkah orang-orang yang sudah bertobat kepada Allah melaksanakan firman-firman ini dengan sempurna?
J. Tidak; bahkan orang yang tersuci sekalipun, selama mereka hidup di dunia ini, ketaatannya barulah pada taraf permulaan yang sangat sederhana saja akan tetapi sedemikian adanya, hingga mereka itu berniat sungguh-sungguh hendak mulai hidup menurut firman Allah, bukan hanya patuh pada beberapa firman saja, melainkan pada semuanya
Menarik untuk diperhatikan bahwa meskipun di sini Katekismus membahas perintah kesepuluh, “Jangan mengingini,” jawabannya tidak berkata apa pun mengenai tindakan mengingini, tetapi justru berkonsentrasi pada tidak penuhnya atau tidak lengkapnya pengudusan di dalam kehidupan yang sekarang ini.
Tetapi ada alasan yang baik untuk ini. Perintah kesepuluh hanyalah salah satu dari semua perintah yang secara khusus berbicara tentang tuntutan internal dari Taurat. Perintah-perintah lainnya, ketika dibaca sekilas, membicarakan konformitas eksternal kepada kehendak Yehova. Perintah kesepuluh memberi tahu kita bahwa konformitas eksternal kepada Taurat Allah tidaklah cukup; kita harus tanpa dosa di dalam hati, pikiran, dan jiwa kita. Ini merupakan kebenaran yang teramat penting, yang dilupakan dan diabaikan oleh mereka yang begitu fasih dalam berbicara tentang kehidupan yang dikuduskan seluruhnya dan yang puas dengan hanya ketaatan eksternal kepada Taurat, sedangkan Yesus memberi tahu kita bahwa kasih adalah penggenapan seluruh Taurat.
Fakta dari perkara ini adalah bahwa di dalam kehidupan yang sekarang ini kita tidak mencapai kesempurnaan yang akan kita miliki di sorga di dalam kehidupan yang akan datang. Dan sebenarnya di dalam Efesus 4:13 Paulus berbicara tentang kesempurnaan final. Hanya di dalam sorgalah kita akan memiliki kesatuan yang penuh dari iman, pengenalan akan Anak Allah, manusia yang sempurna, tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.
Kita hanya memiliki taraf permulaan yang sangat sederhana dari ketaatan yang baru ini. Di dalam bagian lain, ketika membahas tentang pembenaran kita, Katekismus memberikan sebagai alasan bagi mengapa pekerjaan-pekerjaan baik kita tidak bisa menjadi dasar bagi pembenaran kita: “Semua amalan kita yang terbaik pun dalam hidup ini tidak sempurna, dan cemar oleh karena dosa” (J. 62). Merupakan kesombongan yang begitu hebat dari manusia yang congkak jika memegahkan pekerjaan baiknya sebagai dasar bagi pembenaran – seperti yang dilakukan [Katolik] Roma dan mereka yang mengajarkan pandangan-pandangan dari Visi Federal.
Hati kita diregenerasi. Oleh regenerasi, kita dilahirkan kembali. Manusia baru diciptakan oleh pekerjaan Roh Kristus. Untuk menolong kita memahami hal ini, kita bisa menyebut hati manusia sebagai keseluruhan natur manusia (tubuh dan jiwa) dalam mikrokosmos, seperti sebatang pohon ek, dalam keseluruhannya, di dalam biji ek. Natur-natur kita, termasuk tubuh dan jiwa kita (pikiran dan kehendak), tetap rusak, bahkan rusak secara total. Tetapi hati kita yang sudah diregenerasi memiliki pengaruh yang besar dan kuat, melalui pekerjaan Roh Kudus, atas seluruh natur kita. Kita mengenal Allah dengan pikiran kita (sementara kita juga mengenal dosa); kita ingin melayani Tuhan seturut Taurat-Nya yang kudus (meskipun kita juga mengingini dosa); kita berdoa, menyanyikan Mazmur, mengakui nama Kristus, tunduk kepada kehendak Allah, dll. (walaupun secara sangat tidak sempurna).
Inilah pergumulan antara daging dan Roh (Gal. 5:17), pergumulan yang Paulus gambarkan di dalam Roma 7:13-25.
Tetapi kita harus ingat:
-
Kita dibenarkan, yaitu bahwa kita adalah sepenuhnya tanpa dosa di dalam pikiran dan hati Allah berdasarkan karya Kristus yang sempurna.
-
Meskipun pergumulan di dalam diri kita panjang dan pahit, kita selalu berkemenangan atas dosa ketika kita mengakui dosa-dosa kita, mendapatkan pengampunan, dan berjalan di dalam kehidupan yang baru dan kudus.
-
Kita sesungguhnya memang menaati Taurat Allah. Kita menaatinya dengan begitu baik sehingga kita bahkan bisa meminta Allah untuk menyelidiki kita, dan mengetahui bahwa Ia akan mendapati kita sebagai orang yang benar. Bacalah Mazmur 139:23, meskipun pada saat yang bersamaan kita berdoa, yaitu doa seturut ayat 24. Bacalah Mazmur 36. Dalam kenyataannya, kebenaran ini bisa dikatakan merupakan sebuah tema besar di dalam Kitab Mazmur. Pemazmur berulang kali menyatakan kebenaran dirinya sebagai alasan mengapa Allah seharusnya memberkati dia. Ia bukan memegahkan diri seperti orang Farisi; ia sadar akan kebenaran Kristus yang diimputasikan kepadanya. Tetapi ia juga mengakui bagaimana ia telah berjalan dan senantiasa berjalan seturut kehendak Allah oleh kuasa Roh Kudus yang menyelamatkan.
-
Setiap momen kita semakin mendekati pengudusan penuh yang adalah milik kita ketika kita tiba kepada kemuliaan. Pengudusan kita adalah seperti melukis sebuah gambar. Secara bertahap lukisan itu mendekati selesai seluruhnya dan sempurna. Setiap sapuan kuas menjadikannya semakin dekat. Si seniman mungkin menggunakan cat yang kurang bagus dan kuas-kuas yang jelek; mungkin ia melukis di atas kanvas yang kotor. Tetapi dengan keterampilannya yang hebat ia mengalahkan semua hambatan sampai lukisan itu menjadi begitu indahnya sehingga digantung di sebuah tempat khusus di Louvre.
Allah Tritunggal adalah Sang Seniman yang mahaterampil yang, seperti dikatakan Kitab Suci kepada kita, akan menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Ia mulai di dalam diri kita.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.