Rev. Angus Stewart
Hanya dalam waktu tiga tahun sejak penerbitannya pada tahun 2003, The Da Vinci Code karya Dan Brown telah menjadi salah satu buku yang paling banyak dibaca sepanjang masa. Pada bulan April 2006, buku tersebut sudah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa, dan terjual kira-kira 40 juta jilid dan menghasilkan bagi Brown lebih dari £200 juta. Pada tanggal 19 Mei 2006, film The Da Vinci Code, yang diproduksi oleh Sony Pictures, disutradarai oleh Roh Howard, seorang pemenang Oscar, dan dibintangi oleh Tom Hanks dan Sir Ian McKellen, ditayangkan di bioskop-bioskop di seluruh dunia. Akan tetapi, alur ceritanya yang anti-Kristen telah menciptakan kontroversi.
Halaman terakhir sebelum prolog buku itu dimulai dengan kata “Fakta” dan menyatakan, “Semua deskripsi tentang karya seni, arsitektur, dokumen-dokumen, dan ritual-ritual rahasia di dalam novel ini adalah akurat.” Selain itu, Dan Brown berbicara tentang riset sejarahnya di dalam mempersiapkan penulisan buku tersebut. Ia mengklaim, “The Da Vinci Code mendeskripsikan sejarah sebagaimana saya melihatnya setelah melakukan bertahun-tahun perjalanan, riset, membaca, wawancara, [dan] eksplorasi.” Berulang kali di dalam The Da Vinci Code, Sir Leigh Teabing, seorang sejarawan kerajaan Britania, dan Robert Langdon, seorang ahli simbol dari Harvard, menyatakan bahwa beragam klaim mereka didukung oleh “bukti sejarah … [yang] substansial,” sehingga klaim-klaim itu adalah “perkara catatan sejarah” menurut “para sejarawan agama.” Namun, Sir Leigh Teabing menyatakan, “hampir setiap hal yang para leluhur kita ajarkan mengenai Kristus adalah palsu.” Selain itu, The Da Vinci Code menggambarkan doktrin, sejarah, dan penyembahan oleh gereja Kristus adalah berdasarkan pada dusta-dusta bermotivasi politik. Hujatan buku tersebut benar-benar esensial bagi alur kisahnya.
Menurut The Da Vinci Code, Yesus Kristus memproklamasikan “perempuan kudus” atau “penyembahan kepada ilah perempuan.” Tetapi perhatikanlah perlawanan yang gigh dari Perjanjian Lama maupun Baru terhadap semua berhala, termasuk Asytoret, ratu sorga, Diana dari Efesus, dan para dewi Yunani dan Romawi. Semua dewa dan dewi adalah kekejian bagi Yehova (Ul. 7:25-26), dan Ia mengutuk mereka yang menyebarkan atau menyembah mereka (Ul. 11:28). Perintah pertama mengumumkan, “Jangan ada padamu allah [atau allah perempuan] lain di hadapan-Ku” (Kel. 20:3). Orang pasti heran bagaimana Kristus bisa bertahan hidup selama lebih dari tiga tahun pelayanan publik-Nya – di wilayah perbukitan, di tepi Danau Tiberias, di rumah-rumah ibadah, di bait Allah, dll. (bdk. Yoh. 18:20) – dengan mengkhotbahkan berita tentang penyembahan ilah perempuan di wilayah Galilea dan Yudea kepada orang Yahudi abad pertama! Sudah pasti akan sangat mudah di saat pengadilan-Nya di hadapan para pemimpin agama Yahudi untuk membuktikan Ia bersalah dan layak dihukum mati. Hukum Perjanjian Lama mengharuskan hukuman mati bagi orang-orang yang mengkhotbahkan dewa atau dewi lain (Ul. 13:6-11). Anehnya,The Da Vinci Code menyatakan bahwa Yesus adalah “Mesias yang dinubuatkan,” tetapi Yang Diurapi yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama adalah nabi Allah yang khusus, seperti Musa, yang melawan semua bentuk penyembahan berhala (Ul. 18:9-22; Kis. 3:22-23).
Di dalam The Da Vinci Code, Yesus menikah dengan Maria Magdalena (seorang keturunan Raja Saul!) dan menjadi ayah dari seorang putri bernama Sarah, yang darinya muncullah kaum Merovingian, dinasti bangsawan Prancis di Abad Pertengahan, dan akhirnya Sophie Neveu, tokoh utama perempuan dari buku tersebut. Kristus memaksudkan Maria Magdalena untuk menjadi kepala dari gereja-Nya. Sang perempuan kudus, Maria Magdalena – tulang-tulangnya dan dokumen-dokumen rahasianya – adalah Cawan Kudus yang sebenarnya!
Sebagai dukungan bagi dunia realitas maya ini, The Da Vinci Code berisi banyak blunder sejarah yang begitu mencolok mengenai Gulungan Laut Mati, Nag Hammadi, kanon Perjanjian Baru, gereja awal, Konstantin, Konsili Nicea, Hari Tuhan, asal-usul kata “heretik,” dll.
Bukannya empat kisah Injil sesuai Alkitab, The Da Vinci Code menggantikannya dengan Injil-Injil Gnostik yang sifatnya fragmenter, jauh lebih belakangan, pseudonim (tidak ada seorang pun yang percaya bahwa Maria Magdalena, Filipus, atau Tomas menulis “Injil-Injil” yang menggunakan nama mereka), yang sebagian besar tidak memperhatikan peristiwa-peristiwa di dalam kehidupan Kristus, dan sering kali sangat aneh (mis., “setiap perempuan yang mau menjadikan dirinya laki-laki akan masuk ke dalam kerajaan sorga,” Injil Thomas 114). Kaum Gnostik adalah kaum dualis, memercayai bahwa roh itu baik dan materi itu jahat. Dunia diciptakan oleh demiurge, ilah yang lebih rendah dan jahat. Bagi sebagian besar kaum Gnostik, Yesus hanya terlihat sebagai manusia (ajaran sesat Dosetisme; 1Yoh. 4:1-3). Kristus sorgawi tidak menderita di atas salib; yang disalibkan adalah pengganti-Nya yang bumiah. Keselamatan terletak di dalam pengetahuan (Yun.: gnosis) yang rahasia yang memberikan kepada kaum elit kata sandi rahasia yang memampukan mereka untuk naik melampaui planet-planet.
Bahkan Tom Hanks, yang berperan sebagai profesor Robert Langson dari Harvard di dalam film The Da Vinci Code, mengakui, “… cerita yang kami sampaikan itu penuh dengan beragam kesalahan dan … omong kosong.” Senada dengan itu, Tim Robey, setelah menonton film itu selama dua setengah jam, menulis di The Daily Telegraph tentang “begitu banyaknya omong kosong yang disengaja di dalam alur kisahnya.”
Salomo menyatakan, “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan” (Ams. 14:15). Jangan tertipu untuk berpikir bahwa The Da Vinci Code adalah “fiksi yang berdasarkan pada fakta.” Kitab Suci memperingatkan terhadap tindakan berpaling dari kebenaran dan membuka [telinga] bagi dongeng” (2Tim. 4:4). Teori-teori konspirasi yang anti-Kristen, dan kontroversi-kontroversi agama yang diakibatkannya, membuat buku-buku menjadi laris dan gedung-gedung bioskop menjadi penuh, tetapi The Da Vinci Code tidak boleh sampai membuat orang berprasangka terhadap Kristus dari Alkitab yang berinkarnasi, disalibkan, dan sekarang bertakhta.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.