Prof. Herman Hanko
Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! (Gal. 5:14).
Pembaca [mugkin] bertanya, “Siapakah sesamaku? Siapakah sesamaku yang percaya? Allah tidak mengasihi semua orang; hanya orang pilihan-Nya. Apakah yang ini yang diartikan ‘mengasihi sesamaku seperti diriku sendiri?’ ataukah hal itu berarti untuk menunjukan kasih/afeksi bagi [semua orang]?”
Pertanyaan-Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sering mengganggu bagi mereka yang begitu percaya dengan kasih Allah yang partikular, yakni, orang-orang pilihan saja; karena kita menjadi anak-anak Bapa kita di sorga dan menyerupai Dia juga di masalah kasih ini (Mat. 5:43-48). Bagaimanapun, pertanyaan tersebut sesugguhnya bukanlah pertanyaan yang sukar; hal itu hanya telah dipersulit bagi mereka yang mendukung kesesatan dari kasih Allah yang universal/bagi semua makhluk.
Hal itu jelas dari Kitab Suci, khususnya perumpamaan mengenai orang Samaria yang baik hati (di mana perumpamaan yang diacu juga pembaca), bahwa sesamaku manusia adalah siapa pun yang “dapat diketemui dalam lingkungan sosial” dengan kita dalam perjalanan kita di dunia ini. Sesama kita adalah mereka yang kita temui dalam hidup keseharian kita. Sesama kita adalah mereka yang tinggal di dekat kita, bahkan untuk waktu yang singkat. Sesama kita adalah kenalan kita. Sebagaimana pendeta saya yang telah meninggal pernah berkata dari mimbar, “sesama kita adalah orang yang sering berada di lingkungan kita, membutuhkan sesuatu dari kita, merupakan batasan kita bagi pengejaran atas kepentingan diri.” Siapa pun mereka, orang percaya maupun orang yang belum percaya, kenalan atau orang asing, orang muda atau orang tua, yang saleh atau pencemooh, yang tulus atau pesakitan – tidaklah menjadi persoalan. Mereka yang berkenaan dengan kehidupan saya adalah sesamaku.
Mari kita perjelas lagi. Sesamaku adalah, pertama-tama, istriku sendiri, anak-anakku, cucuku, rekan-rekan percayaku. Tetapi sesamaku juga adalah orang yang bersertaku dalam bekerja, mereka yang menghampiri pintu rumahku supaya mereka boleh mengisi bahan bakar mobil, mereka yang terdampar di sisi jalan, mereka yang berbaring bersamaku di rumah sakit.
Biasanya, sesamaku adalah orang yang membutuhkanku karena suatu alasan atau hal yang lainnya. Ada banyak orang yang kita lalui di trotoar, yang bukan sesama (berlainan keyakinan dengan) kita. Ada banyak kendaraan yang berlalu-lalang dengan orang-orang di jalan raya. Saya mungkin dapat menambahkan, lalu jika saya diperintahkan untuk mengasihi mereka, hal ini adalah hal-hal yang termudah untuk dilakukan di dalam dunia. Saya dapat benar-benar mengasihi mereka, tepatlah seperti saya dapat mengasihi rakyat yang tidak saya kenal sama sekali di hutan Lautan Pasifik Selatan. Orang yang memiliki panggilan yang dipenuhi dengan mudahnya untuk mengasihi seseorang yang ada di belahan dunia yang lain.
Tetapi ada orang yang di jalan-jalan yang tidak punya pekerjaan dan keluarganya belum diberi makan. Ada sanak dari istriku yang serumah denganku dan orang itu mungkin memiliki tabiat yang mengganguku di setiap waktu. Ada anggota gereja yang keras kepala yang selalu merasa sok tahu. Ada orang yang sulit untuk mengasihi orang lain. Namun Allah memerintahkan kita untuk melakukan hal itu; dan tentu, jika kita tidak melakukan hal ini, kita tidaklah melakukan hukum Allah itu sama sekali.
Ada mereka yang selalu mendesakkan kebutuhan kita untuk menunjukan kasih kepada orang-orang yang jauh tempatnya, tetapi mereka menceraikan istri mereka. Beberapa orang mengirimkan paket-paket ’sembako’ di tempat yang jauh, tetapi tidak mendidik anak-anak mereka di jalan Tuhan.
Setelah kita memahami siapakah sesama kita, kita boleh melanjutkan pertanyaan selanjutnya: apakah yang dimaksud mengasihi sesama kita? Ya, hal itu berarti hal yang sama halnya bahwa Allah mengasihi kita. Allah mengasihi kita begitu rupa hingga Dia membayarkan harga untuk mengamankan keselamatan kita – bahkan, bayangkan, harga Anak-Nya sendiri!
Untuk mengasihi sesama kita adalah untuk mengerjakan segala yang kita mampu untuk mengamankan keselamatan sesama kita itu – istri, anak-anak, rekan kita yang percaya, orang jahat yang durhaka di tempat kerja kita.Hal inilah bagaimana Allah mengasihi kita. Hal inilah bagaimana kita harus mengasihi sesama kita. Hal ini mudah untuk dipahami, tetapi begitu susah untuk dilakukan.
Karena itu, kita mengasihi sesama kita dengan berbincang dengannya mengenai Allah dan Kristus-Nya, menegur sesamanya, mengarahkannya kepada keajaiban salib yang agung semata-mata untuk menemukan keselamatan, mendesak seorang untuk bertobat dan memercayai dalam Yesus. Mengusahakan keselamatan sesama adalah mengusahakan kebaikannya dalam jalan yang tertinggi, sebab sebakul sembako tanpa injil tidak berarti apa-apa.
Namun Yakobus mengingatkan kita bahwa kita bukan hanya berkata-kata mengenai keselamatan, tetapi kita juga harus memberikan makan kepada orang yang lapar dan pakaian kepada orang yang tidak memiliki (Yak. 2:15-17). Benarlah bahwa Yakobus berbicara mengenai sesama kita yang percaya, tetapi itulah di mana hal ini dimulai. Jika saya tidak memakaikan sesamaku yang kudus, bagaimanakah saya akan memenuhi ketentuan yang seharusnya juga memakaikan orang yang saya kirimkan dus dengan pakaian di dalamnya?
Engkau mengatakan, “tetapi Allah hanya mengasihi umat-Nya dan mencari keselamatan mereka saja”. Benar, inilah kebenaran dasar di mana segala panggilan kita ditujukan. Tetapi hal itu tidak mungkin bagi kita untuk mengasihi orang-orang yang Allah pilih, karena kita tidak mengetahui siapa saja mereka. Kita melakukan yang baik bagi semua orang, khususnya mereka dari rumah tangga orang yang beriman, sebab kita memulai dari orang percaya. Dan jika kita tidak mengasihi sesama kita, kita tidak akan pernah mendapat menemukan mereka dengan kasih kita.
Karena kita tidak mengetahui siapakah mereka yang Allah pilih, kita mengasihi siapa saya yang Allah taruh di jalan setapak kita, dalam kemahabijakan-Nya yang berprovidensi. Kita mengasihi mereka dengan mengusahakan keselamatan orang tersebut – tanpa memandang kenyamanan pribadi kita sendiri, tetapi demi kepentingan Allah. Jika orang tersebut adalah orang pilihan, Allah akan menggunakan kasih kita bagi orang tersebut untuk membawa orang itu ke dalam pancaran cahaya dari kasih Allah itu sendiri. Sang pencemooh itu mungkin adalah orang pilihan, sebagaimana Paulus dulu sebelum bertobat. Demikian juga seorang pezinah yang mungkin dipilih, sebab Allah mengasihi Rahab.
Jika mereka bukanlah orang pilihan, kasih kita bagi mereka akan menimbulkan kebencian di mana hal itu akan menjadi kemarahan yang menjadi-jadi. Demikian juga Allah akan melaksanakan tujuan-Nya, sebab setiap Injil pada hal itu sendiri adalah bau kehidupan/harum yang menghidupkan [yang diselamatkan] dan bau kematian yang mematikan [yang tidak diselamatkan] (2Kor. 2:14-17). Setiap kebencian mereka tidak mungkin akan menolong mereka lebih lagi, sebab mereka akan menolak setiap firman Injil yang kita bawa kepada mereka.
Kasihilah Allah! Kasihilah sesamamu bagi kepentingan Allah! Inilah kuncinya. Kasihilah sesamamu karena engkau mengasihi Allah. Perlihatkan kasihmu kepada Allah dengan mengasihi sesamamu. Maka engkau memenuhi seluruh tuntutan hukum Taurat Allah.
Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.