Menu Close

Keniscayaan Baptisan

Prov. Herman Hanko

Seorang pembaca bertanya, “Jika orang yang belum disunat ditolak dari kovenan, apakah hal tersebut masih berlaku pada saat ini? Apakah benar jika berkata, ‘Ya,’ berdasarkan Ibrani 2:2-3? Atau jika diajukan dengan cara lain: Apakah Kejadian 17:14 memiliki kesejajaran di dalam dispensasi yang sekarang ini?”

Berikut adalah teks-teks yang dimaksud: “Sebab kalau firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya …” (Ibr. 2:2-3). “Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku” (Kej. 17:14).

Meskipun pembaca yang menanyakan ini tidak secara eksplisit mengatakannya, saya berasumsi ia memahami bahwa baptisan telah menggantikan sunat di dalam dispensasi yang baru ini (Kol. 2:11-12). Saya juga berasumsi ia menyadari bahwa sunat tidak memiliki signifikansi rohani pada saat ini. Maka, pertanyaannya sebenarnya merujuk kepada baptisan.

Jawaban bagi pertanyaan ini tentu saja adalah “Ya.” Dua teks yang dikutip di atas adalah relevan dan menyatakan dengan jelas bahwa kegagalan orang tua untuk membaptiskan anak-anak mereka di dalam dispensasi yang baru ini merupakan dosa yang sama beratnya dengan kegagalan untuk menyunat di dalam bangsa Israel selama dispensasi yang lama. Bahkan tepat untuk mengatakan bahwa mereka yang gagal untuk membaptiskan anak-anak mereka telah melanggar kovenan Allah.

Ada beberapa hal yang perlu disampaikan berkaitan dengan kebenaran ini.

Pertama, pertanyaan yang langsung mengemuka adalah: Bagaimana dengan kaum Baptis? Kaum Baptis hanya memercayai “baptisan bagi orang yang percaya.” Artinya, yang boleh dibaptis hanyalah mereka yang sudah cukup dewasa untuk memberikan pengakuan iman mereka yang bisa dipercaya.

Tidak ada keraguan bahwa dalam hal ini kaum Baptis sangat keliru di dalam theologi mereka. Namun, di sini bukan forum untuk menperdebatkan seluruh pertanyaan mengenai baptisan bayi. Tetapi situasi kaum Baptis agak berbeda dari situasi yang dipresuposisikan oleh si penanya. Teks yang dikutip di atas adalah berkaitan dengan Israel, dan Israel adalah gereja Perjanjian Lama. Dengan demikian, umat ini adalah umat kovenan milik Allah. Konteksnya secara tepat adalah bahwa Allah telah menetapkan kovenan dengan Abraham dan keturunannya, dan memberikan sunat sebagai tanda dan meterai dari kovenan tersebut. Penolakan seorang Israel untuk menyunat anaknya berarti penolakan terhadap tanda dari kovenan tersebut dan dengan demikian merupakan penolakan terhadap kovenan itu sendiri.

Maka, perintah Allah adalah berkaitan dengan umat kovenan-Nya. Kaum Baptis bahkan tidak memiliki doktrin yang alkitabiah tentang kovenan. Hukuman bagi seorang yang merupakan bagian dari umat kovenan Allah yang menolak untuk menyunat anak-anaknya adalah dilenyapkan dari kovenan, dari gereja Perjanjian Lama, dan dari umat Allah. Dalam kenyataannya, dengan menolak untuk menyunat anak-anak mereka, mereka sebenarnya melenyapkan diri mereka sendiri dari umat kovenan milik Allah.

Di dalam Perjanjian Baru, hukuman yang setara dengan hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang menolak untuk menyunat anak-anak mereka adalah pendisiplinan Kristen, yang berujung pada pengucilan dari gereja dan dengan demikian dari umat kovenan milik Allah.

Bahwa penolakan ini merupakan perkara yang serius di Israel terbukti dari fakta bahwa Allah bersiap membunuh Musa karena ia tidak menyunat kedua putranya. Kisah ini diberikan di dalam Kitab Suci di dalam Keluaran 4:24-26. Tampaknya istri Musa, Zipora, adalah yang menolak anak-anaknya disunat. Meskipun ia lahir dan dibesarkan di keluarga di mana Allah disembah dan dilayani, Zipora bukanlah keturunan Abraham dan tidak memiliki janji dari kovenan secara langsung maupun tanda untuk kovenan itu. Namun, mereka berdua sedang berada dalam perjalanan untuk bergabung dengan bangsa Israel, dan Allah menekankan agar mereka menjadi bagian dari umat kovenan-Nya dengan memberi kedua putra mereka tanda dari kovenan-Nya itu. Mereka tidak akan menjadi bagian dari umat kovenan milik Allah tanpa tanda itu.

Tampaknya seakan-akan selama empat puluh tahun pengembaraan di padang gurun, umat itu gagal untuk menyunat putra-putra mereka. Saya kadang bertanya-tanya apakah ini bukan dikarenakan fakta bahwa setiap orang yang usianya di atas dua puluh tahun telah mati di padang gurun, kecuali Yosua dan Kaleb. Namun, apa pun penyebabnya, bangsa itu tidak dapat memasuki tanah perjanjian tanpa disunatnya para laki-laki yang belum disunat (Yos. 5:2-9).

Harus dipahami bahwa sunat dan baptisan adalah tanda-tanda dan meterai-meterai dari kovenan yang ditambahkan kepada Firman Allah sebagai bukti yang kasat mata bagi kebenaran Injil bahwa Allah menetapkan umat-Nya di dalam garis keturunan yang turun-temurun. Para bayi yang lahir dalam keadaan sudah mati, atau yang mati tidak lama setelah dilahirkan, tidak perlu dibaptis: keselamatan mereka tidak bergantung pada baptisan itu, berlawanan dengan ajaran Katolik Roma. Tidak ada kuasa magis atau kuasa rohani di dalam air baptisan; baptisan mendapatkan kuasa karena baptisan adalah sebuah tanda dan meterai yang mengiringi Firman. Kuasanya itu adalah kuasa Roh Kudus yang mengerjakan anugerah di dalam diri orang percaya melalui iman kepada Kristus.

____________________________________

Pengakuan Iman Belanda 34: Baptisan Kudus

“… Oleh sebab itu, kita percaya, bahwa orang yang hendak masuk ke dalam hidup kekal hendaknya dibaptis hanya satu kali saja dengan baptisan yang satu-satunya, dengan tidak pernah mengulanginya, sebab mustahil juga kita lahir dua kali. Akan tetapi, baptisan itu tidak hanya berfaedah selama air masih ada pada tubuh kita dan selama kita menerima air itu, tetapi sepanjang masa hidup kita.

Oleh karena itu, kita menolak ajaran sesat kaum Anabaptis, yang tidak puas dengan satu baptisan yang pernah diterimanya, dan yang juga menolak keras baptisan anak-anak orang percaya. Menurut keyakinan kita, anak-anak ini patut dibaptis dan dimeteraikan dengan tanda perjanjian, sama seperti anak-anak orang Israel disunat berdasarkan janji-janji yang sama dengan yang diberikan kepada anak-anak kita. Sesungguhnya, Kristus tidak kurang menumpahkan darah-Nya untuk membasuh anak- anak orang percaya daripada untuk mencuci orang dewasa. Oleh sebab itu, patut mereka menerima tanda dan sakramen dari apa yang telah dilakukan Kristus bagi mereka, sebagaimana dalam hukum Taurat Tuhan memerintahkan agar kepada mereka dibagikan sakramen sengsara dan kematian Kristus tidak lama setelah mereka dilahirkan, dengan mempersembahkan seekor anak domba, yang menjadi sakramen Yesus Kristus. Tambahan pula, apa yang dikerjakan oleh sunat untuk bangsa Yahudi, hal itu juga dikerjakan oleh Baptisan untuk anak-anak kita. Oleh sebab itu, Rasul Paulus menamakan Baptisan itu sunat Kristus.”

Untuk bahan-bahan lain dalam bahasa Indonesia, klik di sini.

Show Buttons
Hide Buttons